KARAKTERISASI
ALIRAN FLUIDA GAS-CAIR
MELALUI
PIPA SUDDEN CONTRACTION
Khairul
Muhajir
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknologi Industri
Institut Sains & Teknologi
AKPRIND Yogyakarta
Jl. Kalisahak No. 28 Balapan
Yogyakarta 55222
ABSTRACT
There are many difficulties of
form and space efficiency in the instrument design with valve, elbow, sudden
enlagement, sudden contraction and the other pipe fluid flows causing the
losses and oversize if the fluid flow consist of multicomponent. This study
aims to discover one phase stream line visualization flow pattern of water and
two phase fluid flows with air-water, and then pressure distribution
discription
The study was conducted using
air-water flow at room temperature ( 27o C – 30o C ).
Air flow rates have four variations of sudden contraction pipe of : 1,5 : 1, 2
: 1 dan 2,5 : 1 and water flow rates have five variations with experimental
study. The study results indicated that on the stream lines visualization in a
good condition in 1.5 : 1 of sudden contraction pipe with the long of
circulation zones and the height of (H)as the Re function, at Gl =
4.733 kg/m2sec
until Gl =
13.253 kg/m2sec
the flux of mass with Xl /H continue at 20.7, 20, 11.02, 7.87,
3.14, while at the ratio of 2:1 and 2.5 :1 the Re relation toXl /H are
out of sight because of section test limited.
The Flow patterns visualization
of two phase flow at supervition velocity of Jg = 0.048 m/s, Jl =
0.622 m/s occurred are plug flow, and stratified wave flow at Jg =
0.065 m/s, Jl
= 0.622 m/s and slug flow at Jg = 0.065 m/s, Jl =
0.622 m/s.
The result of gauge and computing
the pressure distribution thruoght tube axis shown that the pressure gradient
increase with increasing the mass flux of (G) and the cuality of (x). The
Pressure distributionat the assumption of homogen flow bigger than separation
flow assumption as using Chisholm theory.
Key words : carracterization,
liquid-gas, sudden contraction.
INTISARI
Efisiensi tempat dan bentuk, di
dalam perancangan peralatan yang melibatkan aliran fluida, keadaan saluran
berbelok, pengecilan, perbesaran, katup dan sejenisnya menjadi hal yang
terkadang sulit dihindarkan sekalipun menimbulkan kerugian, terlebih jika
fluida yang mengalir terdiri dari beberapa komponen.
Penelitian bertujuan membuat
visualisasi garis arus aliran satu fase air dan pola aliran dua fase air-udara,
selanjutnya mendiskripsikan distribusi tekanan dan penurunan tekanan aliran
satu fase air, maupun aliran dua fase air-udara melewati pengecilan pipa bulat
dengan perbandingan sisi masuk dan keluar masing-masing 1,5 : 1, 2 : 1 dan 2,5
: 1 dengan metode eksperimen.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa visualisasi garis arus tampak bagus pada pengecilan 1,5 : 1 dengan panjang
daerah pusaran Xl (cyrculation zones) dan perbesaran (H) merupakan
fungsi dari Re, pada fluks massa Gl = 4,733 kg/m2det
sampai Gl =
13,253 kg/m2det
dengan Xl /H
berturut-turut 20.7, 20, 11.02, 7.87, 3.14, sedang pada rasio 2:1 dan 2.5 :1
hubungan Re terhadap Xl dan H sulit untuk diamati karena keterbatasan seksi uji.
Hasil visualisasi pola aliran dua
fase pada kecepatan supervisial Jg = 0.016 m/s, Jl =
0,622 m/s membentuk pola aliran bubble, pada Jg = 0,048 m/s, Jl =
0,622 m/s membentuk pola aliran kantong, pada Jg = 0,048 m/s, Jl =
0,622 m/s membentuk pola aliran strata gelombang dan pada Jg =
0,065 m/s, Jl
= 0,622 m/s membentuk pola aliran sumbat liquid. Hasil pengukuran
dan perhitungan distribusi tekanan sepanjang sumbu saluran memperlihatkan bahwa
penurunan tekanan meningkat dengan kenaikan fluks massa (G) dan kualitas (x).
Penurunan tekanan pada assumsi aliran homogen lebih besar dibanding dengan
assumsi aliran terpisah menggunakan teori Chisholm.
Kata Kunci : Karakterisasi,
gas-cair, pengecilan mendadak.
Muhajir, Kara
kterisasi Aliran Fluida Gas-Cair Melalui Pipa Sudden Contraction 176
PENDAHULUAN
Pada aliran satu
fase, data tentang penurunan tekanan pada kontraksi dan pembesaran saluran
telah banyak terdapat dalam pustaka, bahkan sudah ditabelkan untuk berbagai
harga koefisien kontraksi. Namun pada aliran dua-fase, karena permasalahannya
lebih kompleks, datanya masih terbatas dan model-model teori untuk menghitung
penurunan tekanan seringkali berhasil baik hanya pada kasus-kasus tertentu.
Pada saat fluida
melewati pipa mengecil mendadak horisontal, maka akan terjadi perbedaan
kecepatan aliran pada lapis sumbu bagian dalam dengan kecepatan aliran pada lapis
batas bagian luar, sehingga akan terjadi perbedaan tekanan aliran pada
pengecilan tersebut. Adanya perbedaan tekanan aliran tersebut, maka lapis batas
bagian luar akan mengalami tekanan yang lebih besar jika dibandingkan dengan
bagian dalam pengecilan pipa.
Dengan banyaknya
penggunaan pengecilan pipa pipa, menimbulkan berbagai kerugian aliran fluida
baik gesekan, bentuk, kecepatan dan energi serta terbentuknya sedimentasi,
serta turbulensi aliran, sehingga sedapat mungkin dihindari.
Perumusan
Masalah:
1. Bagaimana
Distribusi tekanan aliran
yang terjadi
2. Bagaimana
pola aliran yang terjadi.
3. Bagaimana
garis arus aliran satu fase
air dan dua
komponen air-udara.
4. Bagaimana
pengaruh kecepatan aliran
terhadap panjang
daerah pusaran
karena
pengecilan pipa secara
mendadak.
Gradien tekanan:
Gradien tekanan
aliran dua-fase melalui suatu sistem adalah parameter yang penting dalam
perancangan, baik untuk sistem adiabatik maupun sistem dengan perubahan fase
seperti ketel dan kondensor. Tidak ada korelasi umum untuk penurunan tekanan
aliran dua-fase yang akurat, mungkin korelasi yang ada digunakan untuk mewakili
berbagai situasi fisik. Walaupun demikian, untuk menghitung penurunan tekanan
diadakan pendekatan seperti aliran dianggap homogen atau terpisah.
Penurunan
tekanan didefinisikan sebagai gradien tekanan dp , yang
diintegral dz
kan terhadap
panjang pipa L, secara umum dapat ditulis sebagai berikut:
L
Δp = ∫ dp
δZ
………………...(1)
0 dz
Aliran satu-
fase
Untuk
memprediksi penurunan tekanan dalam sistem harus ditentukan dahulu gradien
tekanan. Untuk aliran sepanjang pipa sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.7.
berikut : p + dp δz
dz
δz
θ
p
Gambar 1. Volume
kontrol aliran satu fase
Persamaan
perubahan momentum ( untuk aliran tunak ) dari Gambar 1. di atas adalah tekanan
+ gaya geser dinding + gravitasi.
- dp δz πD2
- τδzπD - πD2 δzρg sin θ
=
dz 4 4
- d ( GAU
) δz...............................(2.)
dz
Dengan mengganti
U = G ,
ρ
maka persamaan
(1.) menjadi:
- dp δz
πD2 - τδzπD - πD2 δzρg
sin θ =
dz 4 4
d ( G2 A 1
) δz ………………..…. (3.)
dz ρ
Persamaan (2.8)
dibagi dengan δz πD² , menjadi:
4
- dp =
4τ + ρg sin θ + G2 d ( 1 ).....(4.)
dz D dz ρ
dengan : G =
laju aliran massa total per luas total atau fluks massa total (kg/m2 s).
U = kecepatan
aliran (m/s).
ρ = kerapatan
(kg/m3).
dp/dz =
penurunan tekanan (N/m2).
A = luas
penampang (m2).
Jurnal
Teknologi, Volume 2 Nomor 2 , Desember 2009, 176-184 177
τ
= tegangan geser dinding (N/m2).
D = diameter
pipa (m).
Penurunan
tekanan total = penurunan tekanan gesekan + penurunan tekanan gravitasi +
penurunan tekanan percepatan.
Jadi gradien
penurunan tekanan total dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari 3 komponen
gradien tekanan. Ketiga komponen yang berbeda tersebut timbul dari pengaruh
fisik yang nyata.
Persamaan (4.)
di atas dapat
digunakan untuk
memprediksi penurunan tekanan dua fase yang terdiri dari gesekan dinding,
gravitasi dan percepatan. Pada aliran yang tidak mengalami percepatan dan pipa
pada kondisi horisontal, maka persamaan (2.9) menjadi:
- dp = 4τ ……………………..................(5)
dz D
Dalam aliran
satu-fase, τ biasanya dinyatakan berkaitan dengan faktor gesekan:
Cf = τ
= τ ..(6.)
0,5 ρv² 0,5 G²/
ρ
Besarnya Cƒ
didapat dari gambar berikut :
log Re
Gambar 2. Faktor
gesekan dalam aliran satu fase
Gambar tersebut
menunjukkan hubungan antara faktor gesekan dengan bilangan Reynold, baik untuk
aliran laminer maupun aliran turbulen.
Cƒ = 16/Re
…........................................(7.)
jika Re <
2000
Cƒ = 0,079 Re-1/4 ….............................(8.)
jika Re >
2000
Aliran dua-fase
Penurunan
tekanan dua-fase sering dinyatakan dalam kaitannya dengan:
Penurunan
tekanan (dua fase) = penurunan tekanan (satu-fase) x pengali (dua fase).
( - dp )
= ( - dp ) . φlo2 …....................(9.)
dz f dz lo
dengan : (-
dp/dz)f =
gradien tekanan dua
fase.
(- dp/dz)lo=
gradien tekanan satu
fase.
φlo2 =
pengali dua fase.
Ito melaporkan
bahwa penyebaran tekanan yang terjadi pada belokan yang membentuk sudut 90o adalah
tergantung Re dan R/D ( Smith, 1971 ).
Oshinowo dan
Charles ( 1974 ) melaporkan bahwa pola aliran pada belokan bagian bawah ada 9
macam dan pada belokan bagian atas ada 8 macam, tergantung pada laju aliran
udara.
Chisholm
melaporkan hasil pengukuran penurunan tekanan pada belokan yang membentuk sudut
90o dengan
suatu persamaan ( Collier, 1977 ), demikian pula Giot ( 1981 ).
Xin dkk.( 1997 )
melaporkan hasil penelitiannya mengenai hubungan antara pressue drop dengan
Parameter Lockart- Martinelli dan fraksi hampa dengan Parameter
Lockhart-Martinelli pada annular helicoidal pipes.
Sheen dkk (1997)
melakukan pendiskripsian aliran anular concentric melalui Axisymetric
perbesaran tiba-tiba menggunakan photo visual dan Laser Dropller
Anemometry (LDA) untuk melihat pola aliran. Pola alirannya tergantung dari
bilangan Reynolds dan ada empat (4) pola aliran yang terjadi yaitu : open
anular flow, closed anular, vortex shedding dan stable central flow. Fluktuasi
kecepatan alir dari pengukuran dilakukan dengan panjang saluran yang
bervariasi.
Gambar 3. Grafik
X1/H
Vs Re (Sheen dkk.,1997)
Sumarli (2000)
melakukan penelitian penurunan tekanan dan distribusi tekanan untuk aliran
air-udara pada pengecilan mendadak melalui saluran segi empat, bahwa penurunan
tekanan pada aliran
Muhajir,
Karakterisasi Aliran Fluida Gas-Cair Melalui Pipa Sudden Contraction 178
dua
fase udara-air lebih besar dibanding penurunan tekanan aliran satu fase air.
Gambar 4.
Visualisasi garis arus metode AMI
Tujuan
Penelitian
1. Mengetahui
perubahan/perbedaan
tekanan pada
setiap titik pengecilan
pipa secara
mendadak yang meliputi
bagian atas,
luar, bawah dan dalam.
2. Mengetahui
macam-macam pola
aliran yang
terjadi.
3. Membuat garis
arus aliran satu fase
air dan dua
komponen air-gas.
4.
Mendiskripsikan pengaruh kecepatan
aliran terhadap
panjang daerah
pusaran karena
pengecilan pipa
secara mendadak.
Metode
penelitian yang digunakan adalah Metode Kuantitatif secara eksperimental,
dengan melakukan pengamatan pada daerah seksi uji, berupa pengecilan pipa
secara mendadak yang dialiri fluida cair minyak pelumas dan gas yang digunakan
adalah udara dari kompresor. Adapun fluida yang digunakan adalah fluida cair
berupa minyak pelumas dan fluida gas berupa udara, dengan berbagai variasi
debit dan kecepatan aliran dan dilakukan pengukuran distribusi tekanannya.
Data yang
didapat secara eksperimen, kemudian dianalisa tentang kerugian yang terjadi
pada seksi uji, untuk mendapatkan kesimpulan tentang distribusi tekanan aliran
pada pengecilan pipa secara mendadak dan visualisasi pola aliran yang terjadi
Langkah awal
dalam penelitian adalah melakukan pengadaan bahan dan alat yang diperlukan
serta membuat seksi uji. Setelah seksi uji, alat dan bahan dikumpulkan,
kemudian merakit instalasi percobaan. Sebelum pengambilan data dimulai, perlu
dilakukan kalibrasi alat ukur dan pemeriksaan terhadap kebocoran pada setiap
sambungan saluran.
Gambar 5. Sudden
Contraction
Pendekatan umum
yang digunakan untuk aliran fase tunggal dan tak mampu mampat dapat juga
diterapkan pada aliran dua fase terpisah melewati pengecilan secara mendadak.
Saat fluida
mengalir dari bidang 1 ke bidang c pada vena contracta, aliran
dipercepat dan energi tekanan diubah menjadi energi kinetik dengan sedikit atau
tanpa disipasi akibat gesekan.
Gambar 6.
Susunan Alat Penelitian
Keterangan
Gambar :
1. Kompresor
2. Pompa
3. Penampung udara
4. Flowmeter air
5. Rotameter udara
6. Pencampur udara-air
7. Termometer
8. Seksi uji
9. Bak pemisah udara-air
10. Manometer
11. Bak penampung air
PEMBAHASAN
Hasil
visualisasi garis arus aliran satu fase (air) pada koefisien perbesaran (S) =
1,5, 2, dan 2,5 atau pengecilan dari pipa 1 inch ke pipa 0,4, 0,25, dan 0,16
inch ditunjukkan pada gambar 4.1. Hasil percobaan menunjukkan bahwa, hubungan
antara panjang daerah pusaran
Jurnal
Teknologi, Volume 2 Nomor 2 , Desember 2009, 176-184 179
atau
circulation zones (XL) dengan tinggi pengecilan (H), pada fluks
massa G1 =
4,733 kg/m2det
sampai G1 =
13,253 kg/m2det
dalam parameter non dimensional (Re) sebagai berikut :
Gambar 8.
Visualisasi garis arus aliran satu fase pada S = 0,25
Gambar 9.
Visualisasi garis arus aliran
satu fase pada S
= 0,16
Dari gambar
diatas bahwa pada pengecilan S = 0,4 diperoleh visualisasi garis arus yang
cukup sempurna, sedang untuk pengecilan S = 0,25 dan 0,16 hasil visualisasi
garis arus kurang sempurna dikarenakan
Pertama :
Dimensi seksi uji pada perbesaran yang relatif pendek kurang lebih 30 cm, dan
diameter pipanya kecil, sehingga kecenderungan aliran yang terjadi adalah
aliran turbulen.
Kedua : Bahan
pewarna mudah terlarut alam air.
Catatan lain
dari hasil pengamatan, bahwa garis arus pada pengecilan S = 0,25 dan 0,16
diperoleh kondisi yang mendekati acak (turbulen) meskipun kecepatan aliran
masih kecil yaitu pada Re2 = 275 sampai 771 untuk S = 0,25 dan Re2 = 252
sampai 704 untuk S = 0,16 dikarenakan viskosita cairan rendah, sehingga gaya
viskos tidak mampu lagi menahan gaya inersia. Hal ini sangat mungkin
dipengaruhi oleh properti (kecepatan fluida, konsentrasi dan temperatur) dari
fluida yang berfluktuasi pada daerah pengecilan baik besar maupun arahnya
(random dalam skala mikro). Dalam teori turbulensi, meski properti (P)
kondisinya naik turun namun ada harga rata-ratanya (P), dari harga rata-rata
tersebut terdapat harga penyimpangan (P’) pada suatu saat terhadap harga
rata-rata, sehingga semua properti tersebut harganya : P = P+P’ (Incroperra,
1996).
Faktor lain yang
mempengaruhi keadaan garis arus adalah adanya hambatan pada sambungan pipa,
mengingat seksi uji yang relatif pendek sehingga harus disambung-sambung,
sedangkan dalam teori disebutkan bahwa untuk mendapatkan aliran yang laminer
dibutuhkan kondisi saluran pipa yang mulus tanpa hambatan, jika dalam keadaan
terpaksa harus dipasang assesoris lain, penempatannya harus sangat-sangat
diperhatikan, seperti pencampur udara dengan air maupun pencampur bahan pewarna
dengan air hendaknya dipasang minimal 100 kali diameter pipa pada sebelum
maupun sesudah seksi uji dan geometrinya harus dibuat skecil mungkin.
Disamping faktor
diatas pengaruh kecepatan aliran menjadikan perpindahan massa dari tempat bahan
pewarna yang terkonsentrasi pada jalur injektor secara konveksi ke daerah yang
konsentrasi
Muhajir,
Karakterisasi Aliran Fluida Gas-Cair Melalui Pipa Sudden Contraction 180
bahan
pewarnanya rendah mengalami percepatan.
Hasil
visualisasi pola aliran dua fase arah horizontal pada pengecilan ditunjukkan
pada gambar 10. :
Pada debit udara
masih kecil pada saluran masuk terlihat pola aliran yang terjadi merupakan
aliran gelembung (bubble), gelembung udara mengalir pada bagian atas tube
karena massa jenisnya lebih kecil dari air. Begitu memasuki pengecilan,
gelembung terkumpul pada sudut pengecilan bagian atas (a).
Pada debit udara
yang agak besar, aliran berubah menjadi aliran kantong udara, dimana beberapa
gelembung mengumpul menjadi kantong-kantong kecil (b).
Pada debit udara
lebih diperbesar lagi, kondisi aliran masih merupakan aliran kantong, hanya
ukurannya lebih besar dari (b). Gambar (c) memperhatikan ujung dari kantong
udara, dan pangkal kantong diperlihatkan pada gambar (d).
Pada penambahan
debit udara melebihi (c) dan (d) aliran berobah menjadi aliran strata gelombang
seperti gambar (e) atau juga merupakan pola aliran terpisah dimana air dan
udara bergerak dengan kecepatan yang berbeda.
Kemudian jika
debit udara ditambah lagi maka diperoleh kondisi aliran yang merupakan pola
sumbat liquid (f).
Dalam kondisi
aliran bubble seperti gambar 10.a dan aliran kantong gambar 10.b, fenomena
dimana gelembung udara cenderung untuk mengalir pada bagian atas tube,
semata-mata karena perbedaan berat jenis dari fluidanya. Title dan Duker dalam
penelitiannya membagi kondisi pola aliran dua fase air dan gas menjadi 6
kelompok : Bubble, kantong, strata licin, gelombang, sumbat likuid dan cincin.
Dalam penelitian ini sebelum terjadi aliran strata gelombang, mestinya ada pola
yang disebut strata licin, namun kenyataannya kondisi ini sulit didapatkan.
Gambar 10.
Visualisasi pola aliran dua fase pada pengecilan S = 0,16
Sebagaimana
gambar 10.d dengan kondisi alirannya sudah terpisah antara cairan dan udara,
terlihat bahwa amplitudo gelombang meningkat karena kenaikan kecepatan gas,
sehingga cairan menjadi tidak stabil, ketidak stabilan ini merupakan efek
pengisapan di atas gelombang terhadap efek gravitasi.
Pada ketinggian
cairan cukup rendah, gelombang akan menyapu dan mengelilingi tube membentuk
cincin, dan pada ketinggian cairan yang cukup besar, gelombang terbentuk pada
batas fase dan disapu oleh gas atau menyentuh permukaan atas tube (kondisi
sumbat likuid) yang membawanya ke regim peralihan.
Untuk
mendiskripsikan hubungan pengaruh panjang daerah pusaran dan tinggi perbesaran
diamati pada percobaan S = 0,4, karena pada koefisien perbesaran ini diperoleh
visualisasi garis arus yang terbaik.
Gambar 11. Bagan
penampang seksi uji
Hasil percobaan
menunjukkan bahwa hubungan antara panjang daerah
Jurnal
Teknologi, Volume 2 Nomor 2 , Desember 2009, 176-184 181
pusaran
atau circulation zones (XL) dengan tinggi pengecilan (H), pada fluks
massa G1 =
4,733 kg/m2det
sampai G1 =
13,253 kg/m2det
dalam parameter non dimensional (Re) sebagai berikut :
Tabel.1.
Gambar 12.
Grafik Hubungan XL/H dan Re untuk S = 0,4
Dari hubungan XL terhadap
Re diatas, menunjukkan kesamaan pola dengan penelitian Seen dkk (1997) pada
penelitian aliran concentric melalui pengecilan pipa dimana XL akan
bertambah dengan bertambahnya Re.
Gambar 13.
Grafik Xl/H
dan Re (Sheen dkk. 1977).
Keadaan di atas
dapat dianalogikan dengan teori lapis batas bahwa, Xl merupakan
fungsi dari Re, begitu juga H yang diekspresikan dalam persamaan lapis batas
(δ) pada jarak x :
Atau (dalam
Incroperra, 1996)
δ = 5.20
x √Rex
δ = 5.20. x
√Rex
Pada aliran
laminer, jika δ= H dan x = Xl maka persamaan menjadi :
H = 5.20.Xl
√Rexl
Dari persamaan
di atas ditunjukkan bahwa δ dan Xl akan meningkat dengan kenaikan
Re. Prandtl memberikan penjelasan bahwa untuk fluida yang bergerak, semua
rugi-rugi gesekan terjadi di dalam suatu lapisan tipis yang berdekatan dengan
batas sebuah benda padat (yang disebut lapisan batas), dan bahwa aliran di luar
lapisan batas ini bisa dianggap tanpa gesekan. Kecepatan di dekat batas
tersebut dipengaruhi oleh geseran batas.
Berdasarkan
persamaan energi bahwa :
Energi yang
masuk = Energi yang keluar + rugi head
Kondisi di
daerah pusaran (cyrculation zones) terjadi peningkatan head statis
secara perlahan-lahan sampai pada akhir daerah pusaran, namun head kecepatannya
hl = P1
– P2 + V12V22
ρ.g 2.g
mengalami
penurunan dari awal pengecilan secara bertahap pula, sampai akhir daerah
pusaran, begitu juga energi yang hilang dari awal pengecilan juga
berangsur-angsur naik sampai akhir daerah pusaran. Sesuai persamaan Bernoully
dari titik 1 ke titik 2.
Gambar 11. ; 12.
dan 13. memperlihatkan hasil pengukuran perobahan tekanan pada sumbu saluran
aliran satu fase cair pada beberapa variasi fluks massa.
Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa sebelum memasuki pengecilan, tekanan mengalami kenaikan
secara linier karena gesekan sepanjang pipa begitu memasuki pengecilanan,
tekanan mengalami penurunan secara linier karena rugi gesekan sepanjang dinding
pipa.
Perubahan
tekanan pada daerah pusaran tersebut disebabkan oleh adanya perubahan kecepatan
(perlambatan). Sesuai dengan teori kontinuitas bahwa perubahan suatu energi
pada sistem akan diikuti oleh perubahan energi dalam bentuk lain.
Muhajir,
Karakterisasi Aliran Fluida Gas-Cair Melalui Pipa Sudden Contraction 182
Gambar
14. Profil Distribusi Tekanan Sepanjang Sumbu Saluran Aliran Dua- Fase Cair
Pada S = 0.4
KESIMPULAN
1. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
visualisasi
garis arus tampak bagus
pada pengecilan
1,5 : 1 dengan panjang
daerah pusaran Xl (cyrculation
zones)
dan tinggi
pengecilan (H) merupakan
fungsi dari Re,
pada fluks massa Gl =
4,733 kg/m2det
sampai Gl =
13,253
kg/m2det
dengan Xl /H
berturut-turut
20.7, 20, 11.02,
7.87, 3.14, sedang
pada rasio 2 : 1
dan 2.5 : 1 hubungan
Re terhadap Xl dan H
sulit untuk diamati
karena
keterbatasan seksi uji.
2. Hasil
visualisasi pola aliran dua fase
pada kecepatan
supervisial Jg
= 0,016
m/s, Jl =
0,622 m/s membentuk pola
aliran bubble,
pada Jg =
0,032 m/s, Jl
=
0,622 m/s
membentuk pola aliran
kantong, pada Jg =
0,048 m/s, Jl
= 0,622
m/s membentuk
pola aliran strata
gelombang, pada
Jg =
0,065 m/s, Jl
=
0,622 m/s
membentuk pola aliran
sumbat liquid.
3. Hasil
pengukuran dan perhitungan
distribusi
tekanan sepanjang sumbu
saluran
memperlihatkan bahwa
penurunan
tekanan meningkat dengan
kenaikan fluks
massa (G) dan kualitas
(x). Penurunan
tekanan pada asumsi
aliran homogen lebih
besar dibanding
dengan asumsi
aliran terpisah
menggunakan
teori Chisholm.
DAFTAR PUSTAKA
Alleborn, 1977, Further
Contribution on the
two dimensional
flow in sudden
expansion,
International
Journal Fluid
Mechanics, vol.
330, pp 169-188,
Cambridge
University Press.
Carsoni, 2002 , Studi
Eksperimental
Aliran Searah
Gas-Cair pada
Belokan, Tesis, Program
Pascasarjana,
UGM, Yogyakarta.
Collier, J.G.,
1981, Convective Boilling and
Condensation, McGraw-Hill Book
Company, New
York.
Collier, J.G.,
1977, Single phase and Two-
Phase Flow
Behaviour in Primary
Circuit
Components, dalam Kakac
(Ed), Two Phase
Flow and Heat
Transfer,
Washington, Hemisphere
Publishing
Corporation.
Christine Darve,
2000, US-IT-HXTU
Pressure drop
distribution,
http://WWW_bdNew.fnal.Gov/Cryo_
darve/heat
exchanger.
Giot, M., 1981, Singular
Pressure Drops,
dalam Delhaye
(Ed),Thermohydro
lics of
Two-Phase System for
Industrial
Design and Nuclear
Engineering, Washington,
Hemisphere
Publishing Corporation.
Hetsroni, G.,
1982, Handbook of
Multiphase
Systems, Hemisphere
Publishing
Corporation, McGraw-Hill
Book Company,
New York.
Incroperra, D.
Hewitt, 1996, Fundamentals
of Heat and Mass
Transfer, Fourth
Edition, John
Wiley and Sons, New
York.
Koestoer, R.A.,
1992, Aliran Dua Fase dan
Fluks Kalor
Kritis, Pradnya
Paramita,
Jakarta.
Muhajir, K.,
2004, Studi Eksperimental
Aliran Gas-Cair
Fluida Viskos
Searah Pada
Belokan
Pipa U , Tesis Program
Pasca
sarjana, UGM,
Yogyakarta.
Oshinowo, T.,
Charles, M.E., 1974, Vertical Two-Phase Flow, Part I Flow Pattern
Correlations, The Journal of Chemical Engineering, Vol. 52, pp. 25-35.
Sarjito, 2002, Studi
Aliran Dua-Fase Gas-
Cair Melewati
Pembesaran Saluran
SecaraMendadak
Pada Penampang
Lingkaran, Tesis S-2,
Jurusan
Teknik Mesin
Universitas Gajah
Mada,
Yogyakarta.
Sheen, 1977, Flow
patterns for an annular
flow over an
axisymmetric sudden
expansion,International
Journal Fluid Mechanics, Vol 350, pp 177-188,
Cambridge
University Press.
Smith, A.J.W.,
1971, Pressure Losses in
Jurnal
Teknologi, Volume 2 Nomor 2 , Desember 2009, 176-184 183
Ducted
Flows,
Butterworths, pp. 31-
84.
Sumarli, 2000, Studi
Aliran dua fase gas-
cair melewati
pengecilan saluran
secara mendadak
penampang segi
empat, Tesis S-2,
Jurusan Teknik
Mesin
Universitas Gajah Mada
Yogyakarta.
Wallis, G. B.,
1968, One-dimensional Two-
phase Flow, McGraw-Hill
Book
Company, New
York.
Xin, R. C.,
Awward, A., Dong, D. F., and
Ebadian, M.A.,
1977, An
Experimental
Study of Single-Phase
and Two-Phase
Flow Pressure Drop
in Annular
Helicoidal Pipes, Int. J.
Heat and Fluid
Flow, Vol. 18, No. 5,
pp. 482-488.
Muhajir,
Karakterisasi Aliran Fluida Gas-Cair Melalui Pipa Sudden Contraction 184
Vol. 7 Juni 2008 ISSN:1693-3451
PERHITUNGAN LAJU ALIRAN
FLUIDA
PADA JARINGAN PIPA
Abstrak
Perhitungan
laju aliron /luida ini bertujuan untuk mengetahui debit aliran yang melalui
masing-masing
pipa dan mengetahui kerugian head setiap iunction untuk masingmasing
panjang
pipa dalam jaringan pipa. Jaringan pipa pipa ini membentuk suatu loop tertutup
dengan
jumlah loop dua buah. Diasumsiknn aliran searah jarum iam adalah positip dan
berlawanan
arah jarum jam dinyatokan negatip. Analisis jala-iala keria pipa pada
penelitian
ini menggunakan metode Hardy Cross- Metode Hardy Cross didasarkan dengan
-prosedur
secaro
iterasi. Langkah pertama perhitungan adalah dengan mengasumsikan
debit
aliran keluor untuk setiap percabongan. Pada setiap percabangan debit aliran
tersebut
harus memenuhi kriteria kontinuitas. Debit aliran yang ditetopkan dalam langkah
pertama
adalah merupakan debit pendekatan yang belum tentu benar, sehingga diperlukan
koreksi
guna memperbaiki debit tersebut yang akhirnya sampai pada debit yang akurat.
Proses
pendekatan dihentikan sampai perhitungan memberikan nilai debit kareksi (lQ
lrecil
yaitu kurang dari 5% debit
terkecil.
Hasil dari perhitungon menunjukkan bahwa hubungan antara kehilangan tenaga
dan
debit qliran yaitu debit oliran semakin besar dengan koefisien rugi head tinggi,
maka
rugi
head pada setiap paniang pipa semakin besar-
Kata
kunci : jaringan pipa, metode hardy-cross, head /oss
1.
PENDAHULUAN
Percabangan
pipa banyak digunakan dalam sistem perpipaan di industri,
pertambangan,
dan distribusi air minum. Rangkaian pipa- pipa tersebut
didesain
sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan akan
pendistribusian
fluida. Berbagai jenis dan sudut percabangan pipa dalam
sistem
perpipaan akan menghasilkan distribusi aliran yang berbeda-beda.
Bingham
dan Blair (1985) melakukan pengujian pipa bercabang tiga
pada
kondisi aliran steady dengan memvariasikan sudut untuk menentukan
rugi
tekanan untuk masing-masing percabangan. Sedangkan penelitian Hagar
(1984)
menyatakan bahwa pada perbedaan rugi tekanan pada pipa utama
dengan
pipa pemisah yang disebabkan oleh perbedaan luas penampang aliran
yang
melewati masing-masing saluran. Luas penampang aliran pipa pemisah
iergintung
pada besar sudut pipa pemisah tersebut. Basset dkk. (1998)
melakukan
pengujian dan simulasi tekanan pada pipa bercabang tiga dengan
sudut
percabangan 900, untuk model tekanan percabangan sama dan tekanan
percabangan
berbeda. Penelitian yang lebih lengkap dilakukan oleh Basset,
dkk
(2001) menghitung koefisien rugi tekanan untuk pipa percabangan antara
titik
masuk dan keluar percabangan, yang dijelaskan dalam bentuk kurva
hubungan
antara rasio aliran massa dengan koefisien rugi tekanan stagnasi.
")
Staf Pengajar Jurusan Mesin UNIMUS
Traksi.
Vol. 7. No. 1, Juni 2008
l*tp
: I I jurual. unimus. ac. i d
Vol.
7 Juni2008 ISSN:1693-3451
penelitian
ini dilakukan baik untuk jenis pengumpulan aliran maupun
pemisahan
aliran. lrsyad (2005) menemukan bahwa pengaruh sudut
percabangan
terhadap rasio distribusi aliran tidak terlalu besar, dimana
kenaikan
rasio debit aliran (O2./O1) antara sudut percabangan 150 dan 900
adalah
0,075.
perhitungan
ini diharapkan dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah
distribusi aliran pada jaringan pipa. Tujuan yang ingin dicapai pada
perhitungan
ini adalah untuk mengetahui besarnya laju aliran fluida pada
jaringan
pipa.
2.
TELAAH PUSTAIG
Dari
beberapa metode yang telah dikembangkan untuk analisis
jaringan
pipa, diantaranya adalah metode keseimbangan head. Metode
-keseimbangan
head
adalah metode yang paling awal digunakan untuk
analisis
jaringan pipa. Metode keseimbangan head dipakai untuk sistem
pipa
yang membeniuk toop tertutup. Dengan metode keseimbangan head
irju
,iirrn pipa diasumsikan ,memenuhi kebutuhan setiap jaring (/oop), dan
r"tiap
percabangan laju aliran tersebut harus memenuhi kriteria kontinuitas.
Laju'aliran
berturut-tuiut disesuaikan dari satu /oop dengan /oop yang lain,
sampai
laju aliran tiap-tiap /oop dicukupi dalam suatu toleransi kecil yang
telah
ditetapkan (Cross, 1936).
Analisis
suatu jaringan distribusi air membutuhkan solusi dari
persamaan
non linier. Metode yang digunakan semuanya adalah iterasidan
membutuhkan
penghitungan asumsi yang logis untuk menjangkau masalah
dengan
cepat.'Di dalamltuOi ini suatu perluasan hambatan (perturbation)
dibe-rlakukan
bagi persamaan non linier untuk memperoleh satu rangkaian
persamaan
non *ni"r yang dapat dipecahkan dengan mudah menggunakan
metode
matrik.
Metode
dari solusi ini adalah sederhana dan secara langsung dapat
diimplementasikan,
karena metode ini membutuhkan hanya satu
pem'balikan
matrik dan empat perkalian matrik. Karena itu metode ini telah
diuji
pada berbagaijaringan dan memperoleh secara relatif derajat ketelitian
yang
tinggi (Basha dan Kassab, 1996).
3.
DASAR TEORI
3.1.Atiran
Ftuida lnkompresibel Dalam Pipa
Dalam
mempelajari aliran fluida seringkali digunakan asumsi fluida ideal.
Fluida
ideal diasumsi(an tidak mempunyai kekentalan. Jika memperhatikan
fluida
nyata, maka pengaruh-pengaruh kekentalan harus diperhitungkan ke
dalam
pLrmasalahan. Pida fluida nyata timbul tegangan geser antara partikelpartikei
fluida
ketika partikel-partikel tersebut bergerak pada kecepatan yang
berbeda.
pada fluida ideal yang mengalir melalui suatu tabung lurus, semua
partikel
bergerak pada garis-garis sejajar dengan kecepatan sama' Pada aliran
iluida
nyata] kecepatanlerdekat dengan dinding akan nol, dan akan bertambah
besar
paOa jarat pendek dari dinding (Orianto dan Pratikto, 1989)'
Traksi.
Vol. 7. No. 1, juni 2008
Vol.
7 Juni 2008 ISSN:1693-3451
3.2.Viskositas
Viskositas
merupakan hasil dari gaya-gaya antara molekul yang timbul
pada
saat lapisan-lapisan fluida berusaha menggeser satu dengan lainnya atau
sifat
dari zal cair untuk melawan tegangan geser pada waktu
bergeraUmengalir.
Viskositas kinematis merupakan perbandingan antara
koefisien
viskositas (viskositas dinamis) dengan densitas. Viskositas
disebabkan
karena kohesi antara partikel-partikel zat cair (Orianto dan Pratikto,
1e8e).
3.
3. Persam aan Konti n uitas
Persamaan
kontinuitas dihasilkan dari prinsip kekekalan massa. Untuk
aliran
mantap massa fluida yang melalui semua bagian dalam arus fluida per
satuan
waktu adalah Sama. Untuk pipa bercabang, berdasarkan persamaan
kontinuitas
debit aliran yang menuju titik cabang harus sama dengan debit
yang
meninggalkan titik tersebut.
Gambar
1. Persamaan kontinuitas pipa bercabang
Persamaan
kontinuitas untuk pipa bercabang adalah:
Vr
Ar=VzAz=VsAs=-. - = VrA,
Dimana:
A
= luas penampang (m2)
V
= kecepatan rata-rata arus aliran (m/s)
3.4.Bilangan
Reynolds
Ada
tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan (p),
rapat
massa zat cair (p), dan diameter pipa (D). Pada aliran tak mampu
mampat
biasanya diambil asumsi kerapatan, viskositas dan temperatur tidak
mengalami
perubahan sehingga berat spesifiknya konstan. Untuk diameter dan
panjang
pipa tertentu, kerugian tekanan di dalam pipa disebabkan adanya efek
gesekan
sebagai fungsi bilangan Reynolds. Angka Reynolds mempunyai
bentuk
seperti:
Re=D.v.p/l.r
Dimana:
v
= kecepatan rata-rata aliran (m/s)
Traksi.
Vol. 7. No. I, Juni 2008 21
q
Vol.
7 Juni 2008 ISSN:1693-3451
F
= viskositas absolute (Pa detik)
p
= kerapatan fluida (kgim3)
Untuk
angka Reynolds di bawah 2000, aliran pada kondisi tersebut
adalah
laminer. Aliran akan turbulen apabila angka Reynolds lebih besar
4000.
Apabila angka Reynolds berada di antara kedua nilai tersebut adalah
transisi.
Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re=2000 dan Re=4000)
disebut
dengan batas kritik bawah dan atas (Triatmodjo, 1993).
3.5.
Rugi Energi Karena Gesekan dalam Pipa
Bila
fluida mengalir melalui suatu pipa dan tekanan fluida diukur pada
dua
tempat sepanjang pipa, akan dijumpai kenyataan bahwa tekanan
berkurang
dalam arah aliran. Penurunan tekanan ini disebabkan karena
gesekan
fluida pada dinding pipa. Penurunan tekanan (Ap) sepanjang pipa
(L)
dapat dinYatakan sebagai:
Ap-r,
-.LV= p.g "t 'd2g
Dengan:
Ap
= tekanan zat cair (N/m2)
g
= percepatan gravitasi (m/s2)
[f
=psnurunan tekanan (m)
L
= panjang pipa (m)
d
= diameter pipa (m)
f
= koefisien gesekan pipa
V
= kecepatan aliran fluida (m/s)
3.6.
Rugi Drugi Kecil (Minor)
Rugi-rugi
kejutan dari energi tidak timbul pada pipa lurus, seragam,
tetapi
padi diikontinuitas seperti katup, belokan, dan perubahan penampang
Kehilangan
tenaga karena perbesaran penampang disebabkan oleh pusaran
dan
tumbukan. Kehilangan tenaga akibat dari perbesaran penampang secara
mendadak
dijelaskan dengan rumus "Belangef'.
,.
(\ _vr), u=--
zg
Kerugian
head oleh penyempitan mendadak dinyatakan dengan rumus:
,,=ll-rl'!-
l? I ?o
*c
j -6
Dengan:
h
= [erugian tenaga karena perubahan penampang (m)
V1
= kecepatan fluida penampang 1 (m/s)
V2
= kecepatan fluida penampang 2 (m/s)
Traksi.
Vot.7. No. 1, Juni 2008
VoL
7 Juni2008 ISSN:1693-3451
g
= percepatan gravitasi (m/s2)
Gambar
2. Pengecilan penampang mendadak
Rumus
kehilangan tenaga pada belokan adalah:
Gambar
3. Belokan piPa
Dengan:
hb
= kehilangan tenaga pada belokan pipa (m)
Kb
= koefisien kehilangan tenaga belokan pipa
V
= kecepatan fluida dalam pipa (m/s)
Rumus
kehilangan tenaga pada katup adalah:
ah=Kf
)t
Dengan:
Ah
= kehilangan tenaga pada katup (m)
K
= koefisien kehilangan tenaga pada katup
V
= kecepatan fluida dalam pipa (m/s)
VX
)o
ho
=Ko
Gambar
4. Gate valves
Pada
kenyataannya kebanyakan sistem perpipaan adalah sistem
pipa
majemuk, yaitu rangkaian pipa seri, paralel maupun berupa jaringan
'pdrpipain.
Uniuk rangkaian pipa seri atau paralel, penyelesaiannya adalah
l"rird,
dengan perhitungan tegangan dan tahanan pada Hukum Ohm.
Traksi.
Vol.7. No. 1' Juni 2008
Vol.
7 Juni2008 ISSN:1693-3451
Penurunan
tekanan dan laju aliran identik dengan tegangan dan arus pada
listrik.
Namun persamaannya tidak identik seperti hukum Ohm, karena
penurunan
tekanan sebanding dengan kuadrat dari laju aliran. Semua
sistim
pipa majemuk lebih mudah diselesaikan dengan persamaan empiris.
Pada
sistem pipa seri maka semua pipa akan dialiri kapasitas aliran
yang
sama, dan head /oss total adalah jumlah aljabar dari masing-masing
head
/oss pipa. Apabila setiap pipa diberikan simbol 1,2 dan seterusnya,
maka
persamaan kapasitas aliran dan persamaan head /oss total adalah :
Ql=Qz=Q3=...=Q,
atau
Vr Ar = Vz Az = Vs As V, An
Zh=hn+hnhp*...+hn
Q
=Qr+Qz+Qs+...+Q,
atau
V. A = Vr At + VzAz+ Vs As+. . . + Vn A,
hn
= hn= hB --. . .= hh
Pada
sistem pipa paralel maka total laju aliran adalah sama dengan
jumlah
aljabar kapasitas masing-masing aliran dalam setiap pipa dan rugi
alau
head /oss pada sebuah cabang adalah sama dengan rugi pada pipa
cabang
yang lain. Persamaannya adalah :
(1
1)
(1.4)
(1.2\
(1.3)
Dengan
menyatakan head loss sebagai persamaan Darcy-Weisbach
maka
persamaan diatas akan menjadi :
('
*., r,)* = (, h. r r)# = (^ *. z r)# =
v,
- W:DFT; i- lTLr 4.Tn
Perbandingan
kecepatan yang lain juga bisa ditentukan untuk dimasukkan
ke
persamaan 1.3. menjadi :
e
= 4A, *!v,,1, *!v,1, n ...
Yt
Yl
4.
CONTOH PERHITUNGAN
Contoh
Perhitungan 1 .
Traksi.
Vol. 7. No. 1, Juiri 2008 24
Vol.
7 Juni2008 ISSN:1693-3451
Pipa
baja komersial baru, berdiameter 200 mm dan panjang 1000 m
dipasang
paralel dengan pipa jenis yang sama berdiameter 300 mm dan
panjang
3000 m. Total laju aliran dalan kedua pipa adalah 0,2 m3/dt. Hitung
head
/oss melalui sistem tersebut dengan menganggap air yang mengalir
bersuhu
200 C (u= 10-6 m2ldg dan head loss minordiabaikan.
Penyelesaian:
DariTabel
Moody diperoleh :
0,046
l2A0 = 0,00023
0,046/300=0,00015
Kekasaran
relatif pipa adalah berturut-turut adalah 0,000225 dan 0,0001s.
Fada
angka Reynold yang besar maka koefisien gesek masing-masing
adalah
0,014 dan 0,013. Kedua harga ini adalah nilai pendekatan dan
penyelesaian
coba-coba untuk menghitung kecepatan dalam setiap pipa
dilakukan
berdasarkan data ini. selanjutnya angka-angka Reynold dan
faktor
gesekan yang lebih teliti dapat ditentukan secara iteratif. Dengan
subskrip
1 dan 2 untuk pipa kecildan besar maka :
0,014
1000 300
0,013
3000 200
3,14.
r2 = 3,14.0,12 = 0,0314
=
3,14.0,1 52 = 0,0707
Luas
penampang pipa adalah 0,0314 m2 dan o,o7or m2 . Kemudian dari
persamaan
kontinuitas diperoleh :
Q
= VrAr + VzAz atau
0,2
= 0,0314 V1 + (0,734 V1 ) (0,0707) dan
Y1=
2,4 m/dt dan Vz= 1,76 m/dt .
Angka-angka
Reynold yang bersangkutan adalah :
Re=VD/v
Re,'
= ''!lo:-!o'' = 4,8xl0s dan f, = 0,0156
Re',
= '''rlo?-u?'' = 5,3xlo5 dan f, = o,ol5o
setelah
itu perhitungan iterasi selanjutnya akan menghasilkan Vz / vr
=0,721,
sehingga Vt = 2,43 mldt. Head /oss untuk kedua pipa sama besar
vz-m1"4-
4-lr,rqdan
untuk
pipa 1
o=(+)(*)=
0,0 I 5611 00 0 I 0,2x2,432
=23,5
m
2g
Jaringan
perpipaan akan lebih mudah dihitung dengan persamaan
empiris
yang tidak memerlukan tabel maupun diagram Moody untuk
menentukan
nilai koefisien geseknya. Persamaan empiris yang paling
banyak
dipergunakan adalah persamaan Hazen-Wiliams yaitu :
v
= 1,318 C(Rn)o:: S0l 1 rUag (1.5)
e
= 1,318 c(Rn)0,63 g4sr o ( rf n0 (1 .6i
Traksi.
Vol. 7. No. I, Juni 2008' 25
Vol.
7 Juni 2008 ISSN : 1693 - 3451
dimana
: Rn :jari-jari hidrolik pipa(ft)
S
: condong garis total head
A
: luas penampang pipa
C
: koefisien kekasaran
Dalam
satuan Sistem lnternasional maka persamaan Hazen-Williams
adalah
:
V
= 0,850 C Rro'as So'54 m/dt (1.7)
e=
0 Bso c Rno'as 54sa o 63ng (1.8)
Harga
kekasaran C dapat dilihat pada tabel 1.1. dibawah ini.
Persamaan
Hazen-Williams didasarkan pada kenyataan bahwa angka
Reynold
nilainya cukup besar dan pipa-pipa umumnya kasar sehingga jenis
aliran
yang masuk digolongkan sebagai aliran turbulen berkembang penuh.
Dalam
hal ini koefisien gesekan tidak tergantung kepada angka Reynold.
Tabel
1.1. Nilai kekasaran Hazen-Williams
Jenis
pipa C
Asbesfos
Cement 140
Brass
tube 130
Cast
lron tube 100
Concrete
tube 110
Copper
tube 130
Corruoated
Steeltube 6A
Galvanized
tubina 120
Glass
fube 130
Lead
pipinq 130
Plastic
pipe 140
PVC
pipe 150
General
smooth pipe 140
Steel
oioe 120
Sfee/
riveted pipe 100
Tar
coated cast iron tube 100
Tin
tubino 134
Wood
sfave 100
Aliran
pada rangkaian pipa paralel dapat diselesaikan dengan persamaan
empiris
ini karena Rn = D/4 untuk pipa bundar maka persamaan 1.8 menjadi
:
0,8502
CD2'63 ht
41,63
l\ r )"' Q_ (1.e)
Sehingga
persamaan 1.3. menjadi :
Traksi.
Vol.7. No. I, Juni 2008 26
Vol.
7 Juni2008 ISSN:1693-3451
(1.10)
dengan
C'= 0,85OnCD2'63
41,63
L0,54
yang
mempunyai harga yang tetap untuk setiap
pipa,
maka semua nilai yang awalnya diandaikan untuk perhitungan head
loss
pada sistim paralel akan menghasilkan aliran dengan perbandingan
yang
tepat dalam tiap pipa, meski harga total mungkin tidak tepat. Aliran
dalam
setiap cabang dapat dikoreksi dengan faktor yang sama yang
dibutuhkan
untuk mengoreksitotal aliran, Q.
Contoh
Perhitungan 2.
Dari
contoh perhitungan 1, selesaikanlah dengan menggunakan persamaan
Hazen-Williams
Penyelesaian:
Daritabel
1.1. maka nilai kekasaran, c adalah 130. Asurnsikan head /oss, h1
=
20 m. Kemudian untuk pipa 200 mm, h/L = 2011000 sehingga
ezoo
=(o,sso[ :o{ry}',(#),,.
[
fi){o,rooy
:0,0636
m' / dt
Untuk
pipa 300 mm maka h1/L=20/3000 dan
eno
=(o,aso[ro{ry)-"[#)"-(f)to,rooy,
:0,1021
m'ldt
Total
aliran untuk head loss yang diasumsikan 20 m adalah 0,16s7
m3/dt,
sedangkan aliran sesungguhnyJ adalah 0,200 m3/dt. Jadi sebuah
faktor
pengali harus digunakan untuk tiap cabang yaitu 0,200 m3/dt lo,16sT
m'/dt
= 1,207 agar diperoleh aliran sesungguhnya pada tiap cabang.
Qzoo
= 0,0636 x 1,207 = 0,0768 m"idt
Qsoo
= O jA21 x 1,207 = 0,1232 m3/dt -
Hasil-hasil
ini tidak terlalu berbeda dengan hasil pada penyelesaian contoh
perhitungan
1.
Pada
jaringan pipa yang kompleks pemakaian persamaan Hazen
williams
sangat mempermudah dibandingkan dengan persamaan lain.
Perhitungan
jaringan pipa menjadi rumit karena umumnya arah aliran dalam
pipa
tidak bisa ditentukan dam terdapat persyaratan yang harus dipenuhi
pada
sebuah lokasi serta proses interasi penentuan head /oss pada tiap
pipa.
Sebuah jaringan yang terdiri dari beberapa pipa mungkin membentuk
beberapa
loop dan sebuah pipa mungkin dipakai secara bersama-sama
Traksi.
Vol.7. No. 1, Juni 2008' 27
Q:
hl'to(c, * cr,* c, + ... + c;)
Vol.
7 Juni 2008 ISSN:1693-3451
oleh
dua /oop. Seperti Hukum Kirchoff pada rangkaian listrik, maka pada
jaringan
pipa terdapat dua syarat yang harus dipenuhi :
1.
Aliran netto ke sebuah titik pertemuan harus sama dengan nol atau
laju
aliran ke arah titik pertemuan harus sama dengan laju aliran dari
titik
pertemuan yang sama
2.
Head loss netto di seputar sebuah loop harus sama dengan nol.
Metode
iterasi untuk perhitungan loop jaringan pipa disebut metode
Hardy-Cross.
Metode ini memberikan nilai koreksi kapasitas aliran pada tiap
pipa
dari perbandingan head loss yang diasumsikan sebelumnya. Metode
Hardy
Cross digunakan untuk jaringan pipa /oop tertutup. Laju aliran keluar
sistem
secara umum diasumsikan untuk setiap percabangan,
pengasumsian
ini menentukan laju aliran yang seragam dalam saluran pipa
yang
dapat menyederhanakan analisis. Dengan mengetahui laju keluaran
pada
percabangan, metode Hardy Cross didasarkan dengan prosedur
secara
iterasi pada awal perhitungan laju aliran dalam pipa. Pada setiap
percabangan
laju aliran tersebut harus memenuhi kriteria kontinuitas. Setiap
pipa
dari sistem jaringan terdapat hubungan antara kehilangan tenaga dan
debit.
Langkah
perhitungan dengan metode Hardy-Cross adalah sebagai berikut :
1.
Mengasumsikan besar dan arah kapasitas aliran pada tiap pipa dengan
berpedoman
pada syarat 1, yaitu total aliran pada tiap titik pertemuan
mempunyaijurnlah
aljabar sama dengan nol.
Membuat
tabel perhitungan untuk analisa tiap loop tertutup.
Menghitung
head loss dalam setiap pipa
Menentukan
arah aliran dan head loss, yaitu positif untuk arah aliran
yang
searah jarum jam dan negatif untuk arah aliran yang berlawanan
dengan
jarum jam
5.
Menghitung jumlah aljabar head loss pada setiap loop
6.
Menghitung total head loss per laju aliran, hr /Q untuk setiap pipa dan
menentukan
jumlah a;jabar dari perbandingan tersebut untuk tiap loop.
7.
Menentukan koreksi aliran untuk tiap loop dengan rumus
2.
3.
4.
os=&ts
(1 .1 1)
Koreksi
ini diberikan pada setiap pipa dalam loop dengan ketentuan
ditambahkan
untuk aliran yang searah jarum jam dan di kurangkan
untuk
aliran yang berlawanan dengan jarum jam. Untuk pipa yang
digunakan
secara bersama dengan loop lain, koreksi aliran untuk pipa
tersebut
adalah harga total dari koreksi-koreksi untuk kedua loop.
8.
Mengulangi langkah 1 sampai dengan langkah ke 7 sampai nilai koreksi
aliran
sekecil mungkin.
Contoh
Perhitungan 3.
Sebuah
jaringan pipa seperti gambar di bawah dengan C bernilai
100.
Pipa 1 ,3,5,7, panjangnya 300 m dan pipa 2,4,6 panjangnya 250 m.
Diameter
pipa 1,4 adalah 25 cm dan pipa 2,3,5,6 diameternya20 cm. Pipa
7
diameternya 15 cm Tentukan laju aliran pada tiap pipa.
Traksi.
Vol.7. No. l, Juni 2008 28
632
\
62\
Loop
I
38
\
25\
Loop
II+
Vol.
7 Juni2008 ISSN:1693-3451
Penyelesaian:
Iterasi
I
Mengasumsikan
kapasitas aliran di pipa 1 sampai dengan pipa 7
dengan
berpedoman kepada syarat no 1, yaitu jumlah aljabar kapasitas
pada
tiap titik pertemuan adalah sama dengan nol.
Pada
pipa 1,4 125 = 62 +63
Pada
pipa 1,2,5 63 = 25 + 38
Pada
pipa 3,4 , 62= 25 +37
Pada
pipa2,3,7 25 +37 = 25 +37
Pada
PiPa 5,6 38 = 12 + 26
Pada
pipa 6,7 26+37 =63
Menghitung
head loss pada tiap pipa, yaitu :
Pada
pipa 1
pe
= 4D, =4A D, = 48
u
xOl u rD,u
:-x4x63xl0'3
m3
dt
n x0,25mxl0-6 m2
:3,21
xl05
Sehingga
f1
^r
0,03
dan head /oss dihitung sebagai berikut :
h,
= r, +(*)=' *l(#)' *j =' +(ffi)
:
g.g3* 300mxdtz ;ax(eytg -'Y @')'r-=-]-=-
z*9,8m
*-
dt2 ^ x2xo,25sms
:3r3
m
Setiap
Loop diiterasi sampai perbedaan kapasitas aliran sebelum iterasi
dan
sesudah iterasi cukuP kecil.
Traksi.
Vol.7. No. 1, Juni 2008 29
Vol.
7 Juni2008
Hasil
perhitungan secara rinci dapat dilihat pada Tabel
ISSN:1693-3451
berikut
:
Tabel
hasil contoh perhitungan 3.
Percobaan
pertama Percobaan kedua Percobaan ketiqa
Dia
L
Loop
I Pioa (cm) (m) o" (ud0 h, {m) hr /Q" a"(udo hr (m) h, /Q^ Q"(Udt)
hr (m) hr/Q^
I
25 300 +63 +33 0.052 +66 + ?82 . t.o53 +645 + 3.77 o 05s
2
20 250 +25 + 1,5 0.060 +19 +0.87 0,046 +20.2 + o.97 n nra
3
20 300 -:at -:{ri 0,097 -34 - 3,06 o.o90 - 3i.5 -? a5
4
25 250 -6i -2.7 0,044 -59 -234 0,040 - 56.5 -2?O 0.039
E
-1,5 0,25
3
r,os
o,22
I
0,11
o,22
b
^Q=
-
(-r,os)
(t,rs)(o,zzl)
:+2,5L/dt
LQ=_
(-o,r r)
(1as)(o,zzo)
:
+0,26L I dt
5
20 300 +38 + 3.8 0,100 +47 +555 0.118 +483 +5H.i 0.121
6
20 250 +26 + 1-6 0,062 +35 + 2.ti8 0.077 + 36. +?87 0,079
7
15 300 -37 - 14.5 0,392 -28 - 8.66 0.309 - 26.7 - 7.93 4.297
2
20 250 -25 1.5 0.060 -19 - 0.87 0,M6 -?fi2 - o.s7 0.048
1,2g
0,55
0
0,54
5
n,,
- - (-to'o)
(r,rs)(o,or
o)
=
+9,4L/dt
LQ=
-
=
+1,3 L/dt
LQ=
- (t,as[o,sas)
=
+0,18 L/dt
Gambar
hasil
l2
perhitungan
perco baan kedua
15
t2
\662
59\
L.oop
I
3
476
\
[
"r"* u]
7
Traksi.
Vol. 7. No. l, Juni 2008
Vol.
7 Juni 2008 ISSN:1693-3451
KESIMPULAN
1.
Perhitungan laju aliran fluida pada pipa seri atau paralel dapat dihitung
dengan
menggunakan tabel Moody atau persamaan Hazen-williams.
2.
Perhitungan laju aliran fluida pada jaringan pipa dapat dihitung dengan
metode
Hardy-Cross.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Basha, H. A., Kassab, B. G.. 1996. "Analysis of Water Distribution Systems
Usinq
a Perturbation Method". Applied Mathematical Modelling. Volum e ZO.
April
1 996. Pages 290-297
2.
Bassett, M.D., Pearson, R. J., and winterbone, D. E,19gB, "Visualisation of
wave
propaqation in a three-pipe junction", lnstitute lnternational
Conference
on Optical Methods and Data Processing in Heat and Fluid
Flow,
City University, London.
3.
Bassett, M.D., Pearson, R. J., andWinterbone, D, E,2OOl,,,ealculation of
steadv
flow pressure loss coefficients for pipe iunction", Prociding lnstitute
Mechanical
Engineers.
4.
Bingham, J.F. dan Blair, G.P., 1985, "An lmproved branc
Multi-cvlinder
automotive enqine calculations", Proc. lnsttitue MechaniCal
Engineers,
Part D, Journal of Automobile Engineering.
5.
cornish, R. J..1939. "The Analysis of Flow in Networks of pipes". J lnst
cE,
Vol.
13, p147.
6.
Cross, Hardy. 1936. "Analvsis of Flow in Networks of Conduits or
conductors".
Bulletin No. 286, University of lllinois, Engineeiing
Experimental
Station, Urbana, lll.
7.
Djojodihardjo, H.. 1983. "Mekanika Fluida". Jakarta: Erlangga.
8.
Dugdale, R. H.. 1986. "Mekanjka.llukla" (Terjemahan oreh Bambang
Priambodo).
Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
9.
Hagar, w. H., 1984, "An Approximate treatment of Flow in Branches and
Bend".
Proc. lnstitute Mechanical Engineers, Journal of MechaniCii
Engineering
Science.
10.
Orianto, M., Pratikto, W. A.. 1989. "Mekanika Fluida 1". yogyakarta: BpFE.
11.
streeter, v. L., wylie, E. 8.. 1988. "Mekanika Fluida" (Terjemahan oleh
Arko
Prijono).
Edisi Kedelapan. Jilid ll. Jakarta: Erlangga.
12.white,
F. M..1994. "Mekanika Fluida" (Terjemahan oreh Manahan
Hariandja).
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Traksi.
Vol. 7. No. 1, Juni 2008 31
Jurnal
Kompetensi Teknik Vol. 3, No. 1, November 2011 31
Pengaruh
Viskositas terhadap Aliran Fluida Gas-Cair melalui Pipa Vertikal dengan
Perangkat Lunak Ansys Fluent 13.0
Khairul Muhajir Jurusan Teknik Mesin, Institut
Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Khairui.muhaiir@ymail.com Abstrak: Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh viskositas terhadap beda tekanan aliran
dua fase (cair dan gas) dalam pips vertikal Pipa yang digunakan jenis
flexiglass dengan diameter dalam adalah 32 mm, posisi vertikal dengan panjang
2000 mm. dengan udara sebagai fluida kerja gas serta dua fluida cair yang
berbeda viskositas yaitu air dan air + CMC 0, 25%. Metode yang digunakan
eksperimental yaitu fluida kerja di alirkan searah ke atas dilakukan dengan
memberikan variasi debit cairan mulai 1,8 Ipm - 10,5 Ipm serta variasi debit
udara mulai 101pm - 701pm dan beda tekanan (AP) diukur menggunakan manometer U
dan menggunakan ANSYS FLUENT 13.0 untuk memvisualisasikan pola aliran serta
distribusi tekanan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukan pada debit cairan
1,8 Ipm dan debit udara 10 Ipm bahwa aliran air + CMC 0,25% - udara
menghasilkan nilai Viskositas aliran homogen (Nn) yang lebih besar yaitu
0,00279 kglm.s dari pada nilai Viskositas aliran homogen (Irn) pads aliran
air-udara yang bemilai 0,000663 kg/m.s sehingga nilai beda tekanan aliran air +
CMC 0,25% - udara cenderung lebih besar dan hasil yang lainnya adalah beda tekanan
pipa vertikal di masing-masing aliran yaitu akan memiliki kecenderungan turun
pada saat debit cairan konstan dan debit udara semakin besar. Kata kunci :
viskositas, aliran gas-cair, pipa vertikal, ANSYS FLUENT 13.0.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Aliran dua fase merupakan aliran
yang banyak di jumpai, wujud atau fase dari suatu zat dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu cair (liquid), padat (solid), dan gas (gas). Studi
mengenai aliran dua fase dibedakan atas tiga bagian, yaitu batas wujud fase,
arah aliran dan kedudukan aliran. Dilihat dari wujud-wujud fasenya yaitu aliran
cair-gas (liquid-gas), cair-padat (liquid-solid), dan gas-padat (gas-solid).
Berdasarkan arah aliran adalah aliran searah (cocurrent) dan aliran
berlawanan arah (counter-current) sedangkan dari kedudukan saluran
dikelompokan aliran horizontal, aliran vertikal dan miring. Aliran dua fase
dijumpai di alam misalnya aliran darah dalam tubuh, badai pasir, hujan, banjir
lumpur dan masih banyak contoh lainya. Sedang dalam bidang industri yaitu: pada
penambangan pasir besi dan emas, pengeboran minyak bumi, pembuatan semen, ketel
uap dan lainnya. 1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka
penulis akan mencoba untuk melakukan penelitian tentang karakteristik pengaruh
viskositas dari dua fluida cair yang berbeda viskositasnya dalam aliran fluida
gas-cair searah ke atas di dalam sistem perpipaan. Permasalahan timbul dalam
kaitannya dengan karakteristik pengaruh viskositas dari dua fluida cair dalam
aliran gas-cair searah ke atas Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 3, No. 1,
November 2011 32
pada
pipa vertikal dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana distribusi tekanan
aliran gas-cair searah ke atas melalui pipa vertikal? b. Bagaimana visualisasi
pola aliran gas-cair searah ke atas melalui pipa vertikal menggunakan ANSYS
FLUENT 13.0 ? 1.2. Landasan Teori Sihombing (2010) melakukan
penelitian tentang karakteristik aliran gas cair berlawanan arah pada
pengecilan mendadak berpenampang segi empat saluran vertikal. Dari
penelitiannya dapat disimpulkan bahwa penurunan tekanan akan meningkat pada
saat debit udara konstan dan debit air yang semakin diperbesar. Irawan (2008)
melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat aliran. Pada aliran fluida
satu fase horizontal, semakin besar prosentase kenaikan kapasitas aliran fluida
pipa venturi, semakin besar pula tekanan yang dihasilkan. Jenis aliran yang
terjadi pada aliran fluida dalam pipa venturi adalah jenis aliran turbulen
karena bilangan Renoldanya lebih dari 4000 dari seluruh operasi pompa
sentrifugal baik tunggal maupun paralel.
Fluida
diklasifikasikan sebagai fluida Newton atau fluida bukan Newton. Dalam fluida
Newton terdapat hubungan linear antara besarnya tegangan geser yang diterapkan
dan laju perubahan bentuk yang diakibatkan, seperti yang ditunjukan Gambar 1.
Dalam fluida bukan-Newton terdapat hubungan tak linear antara besarnya tegangan
geser yang diterapkan dan laju perubahan bentuk sudut. Suatu plastik ideal
mempunyai hubungan linear yang konstan antara r dan du/dy 2. Metode 2.1.
Bahan Penelitian Berikut ini adalah bahan-bahan percobaan yang dipakai
dalam penelitian: a. Fluida gas yang dipergunakan hádala udara bertekanan dari
kompresor dengan tekanan 1 atm pada kondisi temperatur 30 °C. Dengan p = 1,165
kg /M3 p = 1,85 x 10-5kg/m.s b. (1) Fluida cair pertama berupa air pada kondisi
temperatur ruang 27 °C. Dengan p = 996,54 kg /M3 u= 8,568 x 10' kg/m.s
Gambar 1.
Diagram rheologi (Sumber : Streeter & Wyle, 1992, hal; 5) Jurnal
Kompetensi Teknik Vol. 3, No. 1, November 2011 33
Pada
Gambar menunjukkan metode pengujian dalam penentuan suatu fluida, dimana
terdapatdua buah lempengan sejajar terpisah-pisah jarak y yang kecil. (2)
Fluida cair kedua berupa air yang dicampur dengan CIVIC 0,25% pada kondisi
temperatur ruang 27 °C. Dengan p = 999,27 kg/m3 p= 80 x 10-3 kgfm.s c. Zat
pewarna.
d. Pipa
transparan jenis plexiglass
dengan diameter
datam 32 mm dan panjang 2 m. Software yang digunakan pada proses
pendekatan akiran gas-cair melalui simulasi dan iterasi numerik adalah dengan
menggunakan metode Computional Fluid Dynamic (CFD) jenis ANSYS FLUENT
13.0 serta Microsoft Excel dalam penyajian grafik
Gambar 2.
Rangakaian seksi uji Keterangan: 1.
|
Outlet
|
6.
|
Flow meter udara
|
11. Reservoir
|
|||||
2.
|
Penjebak tekanan
|
7.
|
Tangki pembagi air
|
12. Katup pengendali udara
|
|||||
3.
|
Seksi uji
|
8.
|
Flow meter air
|
13. Tabung udara
|
|||||
4.
|
Inlet
|
9.
|
Katup pengendati air 14.
Kompresor
|
||||||
5.
|
Injektor udara
|
10. Pompa
|
|||||||
Jurnal Rekayasa Mesin Vol.5, No.3
Tahun 2014: 217-224 ISSN 0216-468X217
Analisis Aliran Fluida Dua Fase
(Udara-Air) melalui Belokan 45o
Awaluddin, Slamet Wahyudi dan Agung Sugeng
Widodo Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT.
Haryono 167, Malang 65145, Indonesia Telp: (+62 341) 587710, 587711. Fax: (+62
341) 551430 E-mail: awaluddin.smkn2@gmail.com Abstract The phenomenon of two
phase flow can be foundin our nature, at the living bodyand industrial of the
world. The flow of Fluid throughthe pipe bendshave a valuegreater than
thepressure dropstraight pipeit’s was because the changes
ingeometryandtrajectorythathave an impact onthe changeof flowpattern. This
research aims to determine of theflowpatternandtwo-phase flowpressure dropthat
occursthrough the 45° elbowfrom the horizontalto theverticalslopes upward.
Diameter ofthepipe(D) 26.64mm, variationsthatdoaregasflow rate(QG) (1 - 3)
LPMandgasvolumefraction (β) (25 - 50) %. From theresults ofthis research we can
concludedthat theflowpattern thatoccursisthe slug/plugflowwhere the greaterthe
gasvolumefraction (β), the size of theslug/plugflowgreaterandinversely
proportional to thepressure dropfurtherdown. Upheaval of two-phase flow
patterns due to the influence of gravity occurs at the actual speed ratio of
air and water (vG/vL) at 1 LPM air 0.713 and 0.966 at 3 LPM air. The
highestpressure dropoccurswiththe condition ofthe gasvolumefraction (β) of 50
%, actual speed ratio of air and water(vG/vL) 0.764at107.415 Pa in
theoretically and 214.616Paat experimentally. Keywords: 45o elbow, flow
pattern, pressure drop.
PENDAHULUAN
Sifat-sifat
aliran fluida merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk diteliti, baik
fluida statik maupun fluida dinamik.Fluida zat cair yang mengalir melalui
sebuah pipa dengan panjang tertentu menyebabkan terjadinya kerugian energi
berupa penurunan tekanan (pressure drop) disebabkan oleh mayor losses akibat
gesekan sepanjang dinding pipa maupun minor losses akibat perubahan bentuk
lokal saluran berupa belokan, katup, maupun sambungan pipa dan juga tergantung
besar koefisien gesek pipa tersebut.Dalam kehidupan sehari-hari, tidak saja
menemui kasus untuk aliran satu fase di sistem pemipaan, kenyataannya sering
terjadi aliran multiphase (dua fase, tiga fase, atau lebih) [1].
Aliran
multifase adalah aliran yang fasenya (padat, cair dan gas) saling berinteraksi
antara satu dengan yang lainnya dan setiap hubungan antar fase pergerakannya
saling mempengaruhi.Sedangkan aliran dua fase adalah aliran yang terdiri dari
dua fase yang berbeda, dan merupakan bagian aliran multiphase. Aplikasi aliran
multiphase misalnya kavitasi pompa dan turbin, electrophotographic printer di
proses aliran efektif toner untuk menghasilkan kualitas gambar dan kecepatan
pencetakan, ketel uap, proses reaktor nuklir di sistem pembangkit tenaga
nuklir, proses destilasi, industri perminyakan dan pertambangan, bidang medis
untuk aliran darah dan sperma, sehingga akan menjadi sangat berharga untuk
memikirkan aplikasi aliran multiphase [2]. Untuk merancang dan aplikasi di
lapangan, penggunaan belokan sangat diperlukan. Belokan pipa memiliki nilai
pressure drop yang besar dibandingkan pipa lurus hal ini dikarenakan perubahan
geometri dan lintasan mengakibatkan perubahan pola aliran sehingga terbentuk
aliran terpisah dari sisi bagian dalam belokan pipa tersebut. Besar kecilnya
nilai pressure drop ditentukan oleh pemilihan sudut belokan [3].
Kim
et.al., (2008), menyimpulkan bahwa efek geometris belokan 45o menunjukkan
Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 Tahun 2014: 217-224 ISSN 0216-468X
218
penurunan
tekanan meningkat dengan meningkatnya laju aliran gas dan cairan, hasil
korelasi yang dikembangkan dengan data eksperimen C = 65 dan faktor k = 0.58
untuk belokan 90o dan k = 0.35 untuk belokan 45o menghasilkan data yang sangat
baik dengan perbedaan persentasi rata-rata masing-masing belokan 2,1% dan
1,3% [4]. Adiwibowo (2009), variasi kecepatan superfisial cairan 0.3 m/s
sampai 1.1 m/s dan kualitas volumetrik gas 0.05 sampai 0.20 akan menghasilkan
pola aliran bubble pada bidang uji vertikal, penyimpangan global void friction
dari homogeneous model sebesar 42% sampai 50% dan penurunan nilai pressure drop
terjadi diberbagai kecepatan superfisial cairan dengan bertambahnya kualitas
volumetrik gas [5]. Abdulkadir et.al., (2011), laju aliran cairan yang rendah
dan kecepatan superfisial gas yang tinggi, film pemecah (burn out) terjadi pada
posisi 45o sekitar tikungan. Efek gravitasi terjadi secara signifikan pada
kecepatan superfisial gas yang tinggi [6]. Oliviera dan Barbosa (2013),
distribusi tekanan statis lokal berbeda secara signifikan antara dua orientasi
aliran, terutama karena efek gravitasi yang dominan pada laju aliran gas yang
rendah.Kemudian pada campuran rendah kecepatan khas arus bertingkat, perbedaan
signifikan yang diamati antara gas holdup di inlet dan outlet belokan.Ini dapat
dikaitkan dengan fenomena yang berbeda bergantung pada orientasi aliran,
seperti aliran cairan berlawanan di belokan (aliran ke atas) dan pembentukan
lompatan hidrolik di bagian keluar (mengalir ke bawah). Karena kedua gas dan
kecepatan superfisial cairan meningkat (meningkatkan inersia aliran), perbedaan
antara inlet dan outlet pada gas holdup menjadi lebih kecil [7]. Dari uraian
tersebut dan melihat pentingnya pengetahuan tentang aliran dua fase melalui
belokan serta data base yang masih kurang, maka perlu dilakukan penelitian
tentang pengaruh gas volume fraction dan debit aliran udara terhadap pressure
drop dengan variasi yang berbeda. Pada penelitian ini menggunakan gas volume
fraction dengan klasifikasi moderat, variasi debit aliran udara dan air. METODE
PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yaitu melakukan
pengukuran langsung dan tak langsung. Peralatan yang digunakan seperti
ditunjukkan oleh gambar 1.Seksi uji (9) menggunakan pipa acrylic transparan
agar prilaku aliran dapat diamati. Debit aliran air dan udara diukur
menggunakan flow meter(6 dan 5) kedua aliran (udara-air) bercampur pada mixer
(7). Sebelum melewati seksi uji (9), aliran dua fase (udara-air) melewati pipa
horizontal (8) sepanjang 200 mm. Pengukuran aliran menggunakan manometer U
sebelum (11) dan sesudah (12) belokan (9) dengan elevation pressure tap (ΔZ) 30
mm [8].
Gambar
1. Skema instalasi Eksperimen akan dilakukan dengan variasi gas volume fraction
(β) (25 – 50) % dan debit udara (QG) (1 – 3) Liter Per Minute (LPM). Variasi
ini akan didapat debit air (QL) melalui persamaan 1 [5]. 𝛽=𝑄𝐺𝑄𝐺+
𝑄𝐿
(1) Pengukuran properti fluida dua fase disesuaikan dengan temperatur rata-rata
ruang, saat penelitian yaitu 20oC.
Gambar
1 menunjukkan bahwa air di reservoir (1) disirkulasi oleh pompa (2) menuju
instalasi. Pengaturan debit aliran air yang diinginkan melalui flow meter (5)
menggunakan gate valve (4). Setelah aliran air terlihat berkembang penuh (fully
developed) di pipa horizontal transparan (8),
Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 Tahun 2014: 217-224 ISSN 0216-468X
219
udara
dari kompresor (3) diinjeksikan ke mixer (7). Debit aliran udara diukur
menggunakan flow meter (6). Distribusi tekanan aliran dua fase (udara-air)
sebelum (11) dan sesudah (12) belokan 45o (9) menuju pipa vertikal miring ke
atas (10) diukur menggunakan manometer U [9]. Pengambilan data dilakukan setiap
perubahan debit aliran udara (QG) dan debit aliran air (QL). Visualisasi
fenomena pola aliran fluida (udara-air) melalui belokan 45o menggunakan kamera
kecepatan tinggi Nikkon D90 berupa format gambar perdetik. Kecepatan
superficial digunakan untuk pemetaan pola aliran.Untuk kecepatan superficial
udara (vsG) menggunakan persamaan 2. 𝑣𝑠𝐺=𝑄𝐺𝐴
(2) Kecepatan superfisia air (vsL) menggunakan persamaan 3. 𝑣��𝐿=𝑄𝐿𝐴
(3) (3) Dimana A adalah luas penampang pipa (m2) Kecepatan rata-rata udara dan
air adalah kecepatan actual yang dihasilkan oleh udara (vG) dan air (vL) ketika
mengalir dalam pipa seperti pada Persamaan 4 dan 5. 𝑣𝐺=𝑣𝑆𝐺𝛼𝐺
(4) 𝑣𝐿=𝑣𝑆𝐿𝛼��
(5) (5) Dimana : αG= Gas void fraction αL = Liquid holdup Untuk perhitungan
pressure drop eksperimental melalui belokan (ΔpEB) menggunakan persamaan 6
berikut. Δ𝑝𝐸𝐵=
Δ𝑍+ 11−12
×𝜌𝑚×𝑔 (6) Dimana :
ΔpEB = Pressure drop pada belokan (N/m2) ΔZ = Elevation antara pressure taps
(m) h = Hasil ketinggian level air pada manometer (m) ρm = Densitas campuran
(kg/m3) g = Percepatan gravitasi (m/s2) Untuk perhitungan pressure drop
teoritis melalui belokan (ΔpEB) dipengaruhi oleh pressure drop karena friction
(Δpf), static (Δps)dan retriction (Δpr) yaitu menggunakan persamaan 7. Δ𝑝𝐸𝐵=
Δ𝑝 𝑓+ Δ𝑝 𝑠+ Δ𝑝 𝑟 (7) Pressure
drop friction(Δpf) dan static(Δps) aliran fluidadua fase menggunakan korelasi
Lockhart-Martinelli seperti pada persamaan 8 dan 9. Δ𝑝𝑓=
𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑓 𝐿𝑜𝑐𝑘𝑎𝑟𝑡𝑀𝑎𝑟𝑡𝑖𝑛𝑒𝑙𝑙𝑖×𝜋𝑅2
(8) 𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑓=Φ𝐿2 𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑠𝐿
𝑓=Φ𝐺2 𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑠𝐺
𝑓 (9) Dimana : 𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑓 = Gradient
pressure friction (pa/m) Φ𝐿2
𝑎𝑡𝑎𝑢
Φ𝐺2 = Aliran dua
fase multiplier R = Radius belokan (m) Gradient pressure untuk friction 𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑓 menggunakan
persamaan 10. 𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑠𝐿
𝑓=2𝑓𝑠𝐿𝜌𝐿𝑣𝑠𝐿2𝐷 (10) Dimana:
fsL = Friction factor ρL = Densitas air (kg/m3) vsL = Kecepatan superficial
aliran (m/s) D = Diameter dalam pipa (m) Korelasi Lockhart-Martinelli (ɸ) yang
dikembangkan adalah seperti pada Persamaan 11. Φ𝐿2=1+𝐶𝑋+1𝑋2 (11) Tabel
1.Nilai parameter C untuk KorelasiLockhart-Martinelli (ɸ) pada persamaan (7)
[4].
Cairan
Gas
C
Turbulen
Turbulen
20
Laminer
Turbulen
12
Turbulen
Laminer
10
Laminer
Laminer
5
Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 Tahun 2014: 217-224 ISSN 0216-468X
220
(a)
vG/vL = 0.423
(b)
vG/vL = 0.512
(c)
vG/vL = 0.607
(e)
vG/vL = 0.833
(f)
vG/vL = 0.966
(d)
vG/vL = 0.713
Perhitungan
pressure drop static (Δps) dipengaruhi oleh radius belokan (R) dan sudut
belokan pipa (Ɵ) menggunakanPersamaan 12. Δ𝑝𝑠=
𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑠 𝐿𝑜𝑐𝑘𝑎𝑟𝑡𝑀𝑎𝑟𝑡𝑖𝑛𝑒𝑙𝑙𝑖×𝑅×𝑠𝑖𝑛𝜃
(12) Gradient pressure untuk static 𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑠 mengguanakan
persamaan 13 di bawah ini. 𝑑𝑝𝑑𝑥
𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑐=𝜌𝑚×𝑔 (13) Pressure
drop dua fase retriction (Δpr) menggunakan Persamaan 14. Δ𝑝𝑟=𝑘𝑠2
𝜌𝐿𝑣𝑠𝐿2+𝜌𝐺𝑣𝑠𝐺2
(14) (13) Dimana ks adalah koefisien losses. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
visualisasi penelitian tentang pola aliran fluida dua fase melalui belokan 45o,
dengan variasi gas volume fraction (β) (25-50)% secara berurutan ditunjukkan
gambar 2 dan 3. Gambar 2 menunjukkan bahwa pola aliran yang terjadi adalah
slug/plug flow. Semakin meningkatnya gas volume fraction (β) bentuk dan ukuran
pola aliran yang terjadi semakin besar dan berbanding terbalik dengan kecepatan
superfisial air (vsL) yang semakin kecil. Kondisi ini menyebabkan fraksi cairan
(αL) dalam campuran tidak maksimal karena debit air (QL) semakin kecil. Ukuran
dan bentuk pola aliran sebanding dengan kenaikan perbandingan kecepatan aktual
udara dengan air (vG/vL) yang signifikan setiap kenaikan gas volume faraction
(β). Kondisi ini terjadi penurunan kecepatan aktual udara (vG) sangat kecil dan
kecepatan aktual air (vL) yang penurunannya besar, hal ini disebabkan karena
penambahan proporsi gas volume fraction (β) pada debit aliran udara (QG) yang
tetap shingga debir air (QL) menurun.
Gambar
3 memperlihatkan ukuran slug/plug flow di belokan lebih besar. Berbanding lurus
dengan kecepatan superfisial udara (vsG) dan gas volume fraction (β). Jika
proporsi gas volume fraction (β)ditambahkan setiap kenaikan debit udara (QG)
menyebabkan debit air (QL) berkurang. Karena fraksi udara dalam campuran lebih
besar dari fraksi air menyebabkan luasan udara yang menentukan pola aliran
semakin besar. Perbandingan kecepatan aktual udara dan air (vG/vL) pada gas
volume fraction (β) 50% terjadi penurunan yang sangat drastis sehingga terjadi
pergolakan pola aliran. Hal ini terjadi karena kecepatan aktual udara (vG)
turun drastis dan berbanding terbalik dengan gas void fraction (αG) nilainya
meningkat.
Gambar
2. Pola aliran dengan perbandingan kecepatan aktual udara dan air (vG/vL) pada
1 LPM udara
Hasil
visualisasi penelitian ini sama dengan penelitian dilakukan oleh Khairul
Muhajir [10] menemukan bahwa semakin besar debit udara (QG) yang ditambahkan
maka ukuran dan bentuk pola aliran yang terjadi semakin besar. Karena perbedaan
densitas cukup besar antara udara dan air menyebabkan udara selalu berada
diatasnya
Udara
Udara
Udara
Udara
Udara
Udara
Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 Tahun 2014: 217-224 ISSN 0216-468X
221
(c)
vG/vL = 1.039
(a)
vG/vL = 0.764
(b)
vG/vL = 0.898
(d)
vG/vL = 1.189
(e)
vG/vL = 1.351
(f)
vG/vL = 0.966
Pergolakan
pola aliran di belokan 45o
air
pada aliran campuran. Bentuk pola aliran yang terjadi karena pengaruh
distribusi kecepatan aliran fluida menimbulkan gaya sentrifugal sehingga
terjadi aliran melingkar yang dibatasi oleh perbandingan radius dan diameter
(R/D) belokan. Gerakan melingkar aliran fluida menyebabkan terjadinya pressure
drop (Δp).
Gambar
3. Pola aliran dengan perbandingan kecepatan aktual udara dan air (vG/vL) pada
3 LPM udara
Gambar
4 menunjukkan bahwa ketika bilangan Reynolds superfisial air (ResL) laminar
perbandingan kecepatan actual udara dan air (vG/vL) mengalami kenaikan stabil
dan apabila bilangan Reynolds superfisial air (ResL) mengalami perubahan dari
turbulen ke laminar perbandingan kecepatan aktual udara dan air (vG/vL) terjadi
penurunan yang drastis. Kondisi ini di visualisasi aliran fluida dua fase
(gambar 3f) menimbulkan pergolakan pola aliran atau gaya sentrifugal. Perubahan
aliran ini juga diakibatkan oleh gaya grafitasi dari pipa vertikal, sehingga
aliran bergerak ke bawah kemudian berinterkasi dengan kecepatan aliran dari
arah horizontal sehingga pressure drop (Δp) pada kondisi ini mengalami
penurunan drastis. Hal yang sama ditemukan oleh Olivera dan Barbosa [7] bahwa
aliran berlawanan pada pola aliran intermitten arah ke atas sangat dipengaruhi
oleh belokan dan gaya grafitasi.
Gambar
4. Grafik hubungan bilangan Reynolds superficial air (ResL) dengan perbandingan
kecepatan actual udara dan air (vG/vL)
Gambar
5. Grafik hubungan bilangan Reynolds dan gas volume fraction (β)
Gambar
5 menunjukkan bahwa bilangan Reynolds superficial air (ResL) berbanding
terbalik dengan gas volume fraction (β) setiap debit aliran udara (QG). semakin
besar gas volume fraction (β) pada aliran fluida dua fase (udara-air) maka
semakin kecil bilangan
Udara
Udara
Udara
Udara
Udara
Udara
Pergolakan
pola aliran di belokan 45o
Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 Tahun 2014: 217-224 ISSN 0216-468X
222
Reynolds
superfisial air (ResL). Apabiladebit udara (QG) bertambah maka bilangan
Reynolds superficial air (ResL) juga akan mengalami penambahan, karena pada
penelitian ini hubungan gas volume fraction (β), debit aliran udara (QG) dan
debit aliran air (QL) ditentukan persamaan (1). Adiwibowo [11] menemukan bahwa
semakin besar bilangan Reynolds superfisial air (ResL) maka kualitas volumetrik
gas (β) semakin kecil.
Gambar
6. Grafik hubungan gas volume fraction (β) terhadap pressure drop (Δp) pada 1
LPM udara. Gambar 6 menunjukkan bahwa pressure drop(p)semakin turun dengan
bertambahnya gas volume fraction (β) baik eksperimen maupun teoritis. Wiryanta
[2] menemukan bahwa pressure drop yang terjadi akan cendrung menurun dengan
bertambahnya volumetric gas quality (β). Penurunan pressure drop sangat stabil,
karena bilangan Reynolds kedua fase tidak mengalami perubahan (tetap pada
kondisi laminer) sehingga parameter-parameter berpengaruh seperti friction
factor mengalami kenaikan dengan stabil seiring dengan turunnya bilangan
Reynolds superfisial air (ResL) dan pemilihan korelasi-korelasi untuk
pencampuran kedua fase tetap selama tidak terjadi perubahan aliran dari laminer
ke turbulen dan sebaliknya.
Gambar
7. Grafik hubungan gas volume fraction (β) terhadap pressure drop (Δp) pada 2
LPM udara
Gambar
8. Grafik hubungan gas volume fraction (β) terhadap pressure drop (Δp) pada 3
LPM udara
Gambar
7 dan 8 menunjukkan bahwa nilai pressure drop turun baik teoritis maupun
eksperimen setiap kenaikan gas volume fraction (β). Kim [4] menyimpulkan bahwa
efek geometris belokan 45o menunjukkan penurunan tekanan dengan meningkatnya
gas dan laju aliran cairan. Gambar 6 dengan gas volume fraction (β) 35% ke 40%,
nilai pressure drop secara teoritis dan eksperimental turun signifikan
dibandingkan sebelumnya, stabil lagi setelah gas volume fraction (β) 40%. Hal
ini disebabkan bilangan Reynolds superfisial air (ResL) yang mengalami perubahan
dari turbulen menjadi laminar sehingga friction factor turun drastis. Selain
itu, pemilihan parameter untuk kejadian
Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 Tahun 2014: 217-224 ISSN 0216-468X
223
ini
mengalami perubahan sehingga pressure drop multiplier gas (ɸG) menjadi
turun.Untuk gambar 7 terjadi pada gasvolume fraction (β) 45% ke 50%. Secara
keseluruhan grafik hubungan pressure drop (Δp) terhadap bilangan Reynolds
superfisial air (ResL) gambar 5, 6 dan 7, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
pressure drop eksperimental dan teoritis. Disebabkan karena perhitungan secara
teoritis menggunakan beberapa asumsi dan tidak mempertimbangkan keadaan aktual
yang terjadi di lapangan, misalnya sambungan pipa, belokan pipa dan kerugian
aliran lainnya sebelum aliran fluida melewati belokan 45o.Pada perhitungan
eksperimental, selain pembacaan distribusi tekanan pada manometer,
elevationpressure tab (ΔZ) sangat mempengaruhi hasil perhitungan. Semakin besar
elevation pressure tab (ΔZ) maka hasil perhitungan pressure drop semakin besar.
Wiryanta [2] menyimpulkan bahwa besarnya pressure drop secara eksperimental
cendrung akan lebih besar daripada pressure drop secara teoritis. Perubahan
bilangan Reynolds superfisial air (ResL) dari turbulen ke laminer terjadi
penurunan yang sangat signifikan baik eksperimental maupun secara teoritis. Hal
ini terjadi karena friction factor pada aliran laminar lebih besar dari aliran
turbulen.Pemilihan faktor korelasi pada masing-masing perubahan aliran juga
mengalami perubahan [4]. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1.
Semakin besar gas volume fraction (β) disetiap debit aliran udara (QG) maka
bentuk dan ukuran slug/plug flow yang terjadi semakin besar. Hal ini berbanding
terbalik dengan bilangan Reynolds superfisial air (vsL).
2.
Pressure drop (Δp) aliran dua fase melalui belokan 45o mengalami penurunan
seiring dengan meningkatnya gas volume fraction (β).
DAFTAR
PUSTAKA
[1]
Widayana, G. dan T. Yuwono. 2010. Studi Eksperimental dan Numerik Aliran Dua
Fase (Air-Udara) Melewati Elbow 300 dri
Pipa
Vertikal Menuju Pipa dengan Sudut Kemiringan 600. Jurnal Teknik Mesin. Institut
Teknologi Sepuluh November. Surabaya
[2]
Wiryanta, I.K.E.H., T. Yuwono. 2012. Studi Eksperimental dan Numerik
Karakteristik Aliran Dua Fase Air-Udara Melewati Elbow 750 dari Pipa Vertikal
Menuju Pipa dengan Sudut Kemiringan 150.Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.
[3]
Zainuddin, I.M.A. Sayoga dan I.M. Nuarsa. 2012. Analisa Pengaruh Variasi Sudut
Sambungan Belokan Terhadap Head Losses Aliran Pipa.Jurnal Teknik Mesin. Vol. 2
(2): 14-22
[4]
Kim, S., G. Kojasoy dan T. Guo. 2010. Two Phase Minor Loss in Horizontal Bubbly
Flow with Elbows: 450 and 900 Elbows. Journal of Nuclear Engineering and
Design. Vol. 240: 284-289.
[5]
Adiwibowo, P.H. 2009. Studi Eksperimental dan Numerik Gas-Cairan Aliran Dua Fase
Melewati Elbow 450 dari Arah Vertikal Ke Posisi Miring 450. Jurnal Teknik
Mesin. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
[6]
Abdulkadir, M., D. Zhao, A. Azzi, I.S. Lowndes dan B.J. Azzopardi. 2012. Two
Phase Air-Water Flow Through a Large Diameter Vertical. Journal of Chemical
Engineering Science. Vol. 79: 138-152.
[7]
Oliveira, P.M. dan J.R. Barbosa. 2014. Pressure Drop and Gas Holdup in
Air-Water Flow in 1800 Return Bends. Journal of Multiphase Flow. Vol. 61:
83-93.
[8]
Hudaya, A.Z., Indarto, dan Deendarlianto. 2013. Penentuan Sub-sub Daerah Aliran
Stratified Udara-Air Pada Pipa Horisontal Menggunakan Constant Electric Current
Method. Jurnal Simetris. Vol. 4 (1): 49-57.
[9]
Santoso, B., Indarto, Deendarlianto dan T.S. Widodo. 2012. Fluktuasi Beda
Tekanan dari Pola Aliran Slug Air-Udara pada Aliran Dua Fase Searah Pipa
Horizontal.Jurnal Teknik Mesin. 14 (2): 1-6.
[10]
Muhajir, K. 2009. Karakteristik Aliran Fluida Gas-Cair Malalui Pipa Sudden
Contraction. Jurnal Teknologi. Vol. 2 (2): 176-184.
Jurnal
Rekayasa Mesin Vol.5, No.3 Tahun 2014: 217-224 ISSN 0216-468X
224
[11]
Adiwibowo, P.H. 2010. Eksperimental Karakteristik Pressure Drop pada Aliran Dua
Fase Gas-Cairan Melewati Pipa Vertikal. Jurnal Teknik Mesin. 1 (2): 65-70.
BAB-
7
F
L U I D A
Fluida
meliputi cairan dan gas yang menempati ruang yang mengalir di bawah pengaruh
gravitasi,
sehingga fluida cenderung tidak mempertahankan bentuknya.perbedaan fluida dan
zat
padat
tidak tajam
Gas
bersifat memiliki volume dan bentuk yang tidak tetap. Gas akan berkembang
mengisi
beberapa wadah tertutup dimana gas itu berada,dan jika wadah itu terbuka,gas
akan
bocor.Pada
gas cair,molekul2 nya terpisah sangat jauh.molekul2nya menggunakan gaya satu
sama
lain saat bertubrukan,akibatnay setiap molekul bergerak bebas pada garis lurus
sampai
menabrak
molekul lainnya atau dinding wadah.ini adalah gerak molekul tidak terbatas yan
menyebabkan
perluasan gas yang tidak dapat terpisahkan.selanjutnya,gas yang sangat
cair,cenderung
memliki sifat yang sama,karena frekwensi benturan molekulnya sangat kecil
sehingga
perilaku perbedaan gas bukan disebabkan oleh perbedaan gaya dari kedua molekul
tersebut.
Gas
memiliki sifat khusus yang dihasilkan dari pemuaiannya,seperti halnya cairan
yang
memiliki
sifat khusus yang diakrenakan cairan memiliki permukaan.meskipun demikian, gas
dan
cairan
memiliki beberapa sifat umum yang disebabkan dari sofat ketidak kakuannya.kata
fluida
digunakan
pada gas dan cairan saat membicarakan sifat yang umum pada keduanya.sifat umum
fluida
ini yang dibahas pada bab ini,sedangkan untuk sifat khususnya,dibahas pada bab
8 & 9.
7.2.tekanan
Gaya
gaya dimana fluida menggunakan sekitarnya ditandai oleh 1 ukuran,yatu tekanan
fluida.
Tekanan fluida dapat dihasilkan dari gaya luar atau gaya berat fluida itu
sendiri. Jadi
untuk
membahas 2 sebab tekanan fluida ini secara terpisah,efek gravitasi diabaikan
pada bagian
ini.
Karena
gaya F bekerja pada daerah permukaan A maka tekanan P digambarkan sebesar Fy dari
komponen
F yang tegak lurus dibagi A :
P=Fy
/A
Contoh
:, 5kg balok yang diam diatas meja(gambar 7.2) menggunakan gaya tegak lurus
pada
meja:
Fy
= 5 kg x 9.8 m/s2
Jika
luas permukaan pada meja 1.4 m2 tekannnya adalah :
P
= Fy/A
= 49 N/1.4 m2 = 35 N/m2
Contoh
lainnya , pemain ski dengan massa 80kg menuruni kemiringan 20o . pemain ski
mengerjakan
gaya vertical sebesar 80kg x 9.8m/s2 = 784 N pada salju.besarnya komponen gaya
yang
tegas lurus pada kemiringan adalah : Fy= 784 N x cos 20o = 2460 N/m2 .
Konsep
tekanan terbatas pada kegunaannya dalam mempelajari zat padat karena dari
definisinya
hanya melibatkan bagian dari gaya yang hadir.selanjutnya nilai tekanan
tergantung
pada
daerah yang terkait yang mungkin rancu.
Sifat
fluida 1: fluida yang diam tidak mengerjakan gaya yang
parallel pada permukakaan. Fakta
menarik
ini dikarenakan ketidakkakuan fluida.dalam fluida ,dikerjakan gaya parallel
pada
permukaan,permukaannya
tentu saja akan mengerjakan gaya parallel pada fluida.gambar 7.4
menunjukkan
objek dengan gaya F1 & F2bekerja parallel pada 2 sisi dan gaya F3 = -(F1 +
F2).
Gaya
total dan torsi total pada benda adalah nol,sehingga benda seimbang,dengan
syarat tidak
melekuk
atau pecah.benda padat yang dapat melapisi lekukan,akan seimbang di bawah
kondisi
ini.fluida
dengan kata lain tidak memiliki kekakuan sehingga dapat mengalir,fluida tidak
dapat
tetap
diam jika ada gaya parallel yang bekerja,jadi fluida yang diam tidak dapat
mengerjakan
gaya
parallel pada permukaan.
dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa fluida tidak memliliki koefisien gesek
statis.
Bayangkan
perahu kayu mengapung diatas air,perahu akan tetap diam tak masalah seberapa
kecil
F
karena air tidak dapat mengerjakan gaya parallel pada F yang seimbang.sekali
perahu mulai
bergerak,situasi
berubah sejak fluida sedang bergerak relative pada perahu. Pergerakan fluida
mengerjakan
gaya parallel pada permukaan. Besarnya akan meningkat sebanding dengan
kecepatan.
Akibatnya perahu memiliki percepatan karena adanya F hingga kecepatannya
mencapai
nilai yang besarnya sama dengan gaya gesek pada air sebesar F.
Sifat
fluida 2: dengan tiadanya gravitasi,seperti
mengabaikan berat fluida itu sendiri,tekanan
pada
fluida adalah sama di setiap titik.
Sifat
ini dibuktikan dengan menunjukkan bahwa tekanan adalah sama pada titik P dan
titik
Q.selanjutnya
dari sifat fluida 1,gaya yang bekerja adalah tegak lurus dengan
permukaannya.jika
Pp
adalah tekanan pada titik p,dan Pq adalah tekanan pada titik q,maka ada gaya
bekerja sebesar
Fp=pp.A
yang tegak lurus terhadap p
Dan
Fq=pqA yang tegak lurus terhadap q
Dimana
A adalah areadi dasar bejana.sejak gaya parallel bekerja pada sumbu bejana
dimana
semua
gaya bekerja tegak lurus terhadap sumbu bejana,semua gaya Fp dan Fq harus
memiliki
nilai
yang sama jika total gaya pada sumbu bejana harus nol,dengan begitu
Fp
=Fq
PpA=PqA
Pp=Pq
Sejak
p dan q pada titik yang sama dalam fluida,ini membuktikan bahwa tekanan dalam
fluida
sama
di semua titik.
Untuk
melihat bagaimana sifat fluida ini diterapkan,anggap fluida mengisi penuh
silinder yang
bersekat,jika
gaya F mengarah ke bawah diterapkan pada piston di atas penutup silinder,maka
fluida
akan mengejakan gaya yang berlawanan –F pada piston saat piston diam,oleh
karena
itu,saat
seimbang,tekanan dikerjakan oleh fluida pada piston sebesar p=F/A, dimana dari
sifat
fluida
2,tekanan sama di setiap titik.(ingat pada bagian ini kita mengabaikan
gravitasi.
Seandainya
sekarang silinder terhubung oleh pipa pada silinder yang lebih kecil, dengan
penutup
bersekat area A,,seperti gambar 7.7. berapa besar F’ yang harus dikerjakan pada
piston
yang
lebih kecil agar keadaan tetap seimbang? Sejak tekanan sama di setiap titik
pada
fluida,tekanan
yang dikerjakan oleh fluida pada silinder kecil harus sebesar p=F/A. dengan
kata
lain,gaya
yang dikerjakan oleh fluida pada piston yang lebih kecilharus sebesar F’ untuk
menyeimbangkan
gaya yang bekerja,jadi p=F’/A’. hasil dari penyamaan tekanan ini,kita
dapatkan
:
p
=
F/A=F’/A’
F’=
pA’ =A’/A x F
Contohnya,nya
jika A= 0.1 m2 dan F=900 N, tekanan pada fluida sebesar p=900 N/0.1 m2=9000
N/m2,
besarnya gaya F’ yang dikerjakan pada piston yang lebih kecil adalah :
F’=pA’=9000
N/m2 x 0.01 m2=90 N
Dengan
begitu gaya yang 90 N pada piston kecil dapat menopang gaya sebesar 9000 N pada
piston
besar.
Pompa
hidrolik biasanya digunakan pada garasi untuk mengangkat mobil,menggunakan
prinsip
ini untuk mengangkat berat F yang besar denag gaya F’ yang kecil.prinsip ini
sama
dengan
prinsip pesawat sederhaha(bab 6.2). piston kecil bergerak melalui jarak yang
panjang d’
dalam
mengangkat piston besar dengan jarak yang pendek d.
Banyak
pemakaian prinsip ini pada dunia medis dan sains.
Efek
gravitasi dalam fluida
Hukum
Pascal hanya benar saat gaya diabaikan, dimana tekanan dihasilkan dari gaya
luar.
Contohnya pada gambar 7.6 dan 7.7 . hal yang penting dari gaya gravitasi pada
fluida
tergantung
pada kerapatan fluida.
Kerapatan
Kerapatan
partikel adalah rasio m dari partikel tersebut terhadap volumenya V
Ρ
= m/V
Kerapatan
adalah karakteristik dari partikel, terlepas dari volume atau massanya. Contoh,
massa
3
l (3000 cm2) etanol sebesar 2367 g. oleh karena itu kerapatannya adalah
Ρ
= m/V= 2367/3000=0.79 g/cm2
Kerapatan
dari beberapa zat padat, cair, dan gas pada umumnya tercantum pada tabel 7.2.
Kerapatan
biasanya ditentukan dalam satuan gram per sentimeter kubik, pada CGS unit.
Sangat
mudah
untuk mengubah ke unit lainnya, 1 kg= 1000 g dan 1 m = 100 cm, jadi kita
dapatkan :
1
kg/m3 = 1000 g/(100 cm)2
=
10-3 g/cm3
1
g/cm3 = 1000 kg/m3
Sifat
fluida 3
Untuk
mempelajari efek gravitasi pada tekanan fluida , kita bahas fluida dalam
sisilnder pada
gambar
7.8 . gaya F bekerja tegak lurus pada piston. Jadi tekanan pada piston adalah :
P0
= F/A
Tanda
O mengindikasikan tekanan pada bagian atas fluida. Dari hukum Pascal, tekanan Ph
pada
dasar
fluida akan sama dengan P0 jika gaya gravitasi diabaikan. Namun, karena
ada gaya
gravitasi,
gaya total ke bawah pada fluida sebesar F + Fg dimana F adalah gaya gravitasi
pada
fluida.
Dari gaya tersebut, harus ada kontak gaya ke atas sebesar F= -(F + Fg) dari
dasar silinder.
Reaksi
Rc = -Fc = F + Fg dengan mengerjakan gaya ke bawah pada dasar silinder. Jadi
tekanan ph
pada
dasar sebesar :
Ph
= (F + Fg)/A
=
po + ( Fg/A)
Tekanan
di bagian bawah fluida lebih besar, dikarenakan berat dari fluida itu sendiri.
Peningkatan
tekanan dengan kedalaman berhubungan dengan kerapatan fluida ρ. Volume pada
fluida
V= Ah, dimana h adalah ketinggian fluida, dan massa fluida m =
ρV= ρAh, jadi :
`Fg
=mg = ρAgh
Atau
dapat juga ditulis :
Ph=
p0 + ρgh
Ph
– Po= ρgh
Persamaan
ini membuktikan kebenaran hukum pascal yang berhubungan dengan berat pada
fluida.
Persamaan
diatas dapat digambarkan dengan mengisi tabung seperti pada gambar 7.9 dan 7.10
dengan
air dan dihubungkan oleh tube seperti pada gambar 7.11 .
Dengan
persamaan :
Pa
= p0 + ρgha
Pb
=
P0 + ρghb
Kita
substitusikan persamaam kedua dari persamman kesatu, kita dapatkan :
pa
–
pb = ( Po+ ρgha ) - ( p0 + ρghb)
=
ρgha
– ρghb = ρg(ha – hb)
=
ρgh
Jadi
sifat fluida ketiga adalah : tekanan dalam fluida saat diam adalah sama
di setiap titik pada
kedalaman
yang sama. Dan perbedaan tekanan diantara titik a dan titik b pada kedalaman ha
dan
hb
adalah :
Pa
– pb = ρgha – ρghb = ρg(ha-hb)
Tekanan
atmosfer
Kita
hidup di dasar pada udara pada atmosfer diaman tekanannya 14.7 lb/inc2 atau
1.01 x 105
N/m2.
Setiap unit tekanan disebut atmosfer, yang digambarkan dengan hubungan
1
atm = 760 mmHg = 1.0133 x 105 N/m2
Nilai
ini sebanding dengan tekannan rata-rata atmosfer diatas permukaan laut.
Kerapatan
udara di atas permukaan laut berkurang karena tekanannya berkurang. Jika
kerapatannya
konnstan,akan sebanding dengan ketinggian air laut.
Contoh,
kota Mexico berada di ketinggian 1500 di atas permukaan laut, untuk menemukan
tekanan
Pa kota mexico, kita ambil, h0 = 1500 m, kerapatan air laut 1,2
kg/m3 . kerapatan di kota
mexico
sekitar 1.0 kg/m3, jadi kerapatan rata-ratanya 1,1 kg/m3.
Pa
– p0 = ρgha – ρgh0
=
-(1.1)(9.8)(1.5x1000)
=
- 0.16 x 105 N/m2
Tekanan
di mexico city lebih kecil daripada tekanan di laut. Dengan Po = 1.01
x105 N/m2,
tekanan
di kota mexico sebesar :
Pa=
P0 – 0.16 x 105 N/m2
=
0.85 x 105 N/m2
Tekanan
gauge
Tekanan
fluida pada titik dalam tubuh makhluk hidup selalu dianggap sebagai perbedaan p
antara
tekanan absolute p pada titik tersebut dan tekanan atmosfer p0. tekanan
ini disebut
dengan
tekanan gauge.
Tekanan
gauge = p – p0
Darah
mengalir dari aorta ke arteri utama dalam tubuh. Arteri ini bereblok cabangnya
pada
pembuluh
yang lebih kecil hingga mencapa kapiler-kapiler.
Sebagai
contoh, pada manusia tekanan darah yang dipompa dari jantung sekitar 1 lb/in2 (100
mmHg).
Ini adalah tekanan gauge, ini adalah kelebihan tekanan diatas tekanan atmosfer.
Manometers
dan barometers
Tekanan
gauge dapat diukur oleh alat yang disebut dengan manometer pipa terbuka alat
ini
berupa
pipa berbentuk U yang bagiannya diisi dengan cairan, biasanya air atau merkuri
Tekanan
darah diukur dengan menggunakan manometer merkuri. Pada prinsipnya, manometer
juga
dapat digunakan untuk mengukur tekanan pada atmosfer,ini9lah alat yang disebut
dengan
barometer.
Gaya
apung
Saat
megukur berat suatu benda di dalam air, beratnya akan lebih kecil daripada saat
diukur di
udara,
ini disebabkan air mengerjakan gaya ke atas atau pada benda tersebut, inilah
yang disebut
dengan
gaya apung. Gaya ini tergantung pada kerapata dan volume benda,tetapi tidak
bergantung
pada
bentuk dan komposisi benda tersebut
Fa
– Fb = PaA - PbA
Dimana
Fa > Fb, inilah yang disebut dengan hukum Archimedes, atau sederhananya,
disebut
dengan
sifat fluida keempat.
Sifat
fluida keempat, yaitu gaya apung dikerjakan oleh fluda
pada benda yang besarnya sama
dengan
berat benda yang tenggelam dalam fluida.
Aliran
fluida
Ini
adalah 3 bagian terakhir dalam flida diam. Fluida bergerak pada umumnya lebih
rumit, tetapi
sangat
penting untuk memehami fenomena-fenomena yang ada seperti bagaimana pesawat
terbang
bekerja, serangga yang berdiri diatas air, dan sirkulasi udara di dalam
atmosfer.
Walaupun
prinsip fluida bergerak hanyalah hokum Newton, tetapi persamaan-persamaannya
mengganbarkan
betapa rumitnya gerak pada fluida.
Viskositas
Perbedaan
antara fluida diam dan mengalir adalah, pada fluida mengalir dikerjakan gaya
parallel,
sedangkan
pada fluida yang diam tidak.
Koefisien
viskositas : F = ŋ (vA)/z
Bila
kecepatan aliran suatu fluida menjadi cukup besar, aliran laminer rusak dan
turbulensi
terjadi. Kecepatan kritis yang diatasnya lewat pipa adalah turbulen tergantung
pada
kerapatan
dan viskotas fluida dari pada jari – jari pipa. Aliran fluida dapat digolongkan
oleh
bilangan
tak berdimensi yang dinamakan bilangan Reynolds Ng yang
didefinisikan sebagai
Nr
= (2rvρ)/ŋ
Dengan
v adalah kecepatan rata – rata fluida. Eksperimen menunjukkan bahwa aliran
adalah
laminer bila bilangan Reynolds kurang dari 2000 dan turbulen lebih besar dari
3000.
Diantara
nilai – nilai ini, aliran adalah tidak stabil dan dapat berubah antara satu
jenis ke jenis
yang
lain.
Laju
aliran fluida dapat dituliskan dalam persamaan :
Q=
V/t = (Ad)/(d/v) = Av
=
πr2v
Dimana
Q adalah laju aliran fluida, V adalah volume wadah penampung fluida, t adalah
waktu, v
adalah
kecepatan aliran fluida. Dan r adalah jari-jari luas penampang aliran fluida
tersebut.
APLIKASI
DALAM BIOLOGI
Aliran
darah
Aorta
sangat besar untuk perbedaan tekanan hanya 3mm yang dibutuhkan untuk
memelihara
aliran darah normal. Dengan begitu, jika tekanan darah sebesar 100 mmHg saat
darah
memasuki aorta,tekanannya akan berkurang menjadi 97 mmhg saat darah
memasukiarteri
utama.
Karena pembuluh ini memiliki diameter yang jauh lebih kecil daripada aorta,
maka
tekanan
akan menurun sebesar 17 mmHg,yang dibutuhkan untuk memelihara aliran darahnya.
Oleh
karena itu tekanannya hanya 85mmHg saat darah memasuki arteri yang lebih kecil.
Pembuluh
ini masih memiliki diameter yang lebh kecil,sehingga tekanan menurun 55mmHg
,yang
dibutuhkan untuk memeilhara aliran darah tetap stabil.akhirnya ada penurunan
yang lebih
jauh,yaitu
menjadi 20 mmHg saat darh melewati kapiler-kapiler. Dengan begitu tekanan darah
menurun
hingga 10 mmHg saat mencapai urat-urat(pembuluh Vena).gambar 7.26 menunjukkan
macam-macam
skema tekanan darah saat bersirkulasi.
Itu
menyenangkan untuk dapt ditulis sebagai berikut:
Q
= (P1 – P2) /R
R
= (8vL) / πr-1
Dengan
R adalah hambatan dari pembuluh tunggal.persamaan di atas juga berlaku untuk
untuk
jaringan
kompleks dari pembuluh yang saling berhubungan,seperti pembuluh darah dalam
system
sirkulasi,hambatan total yang terhitung terdiri dari satuan pembuluh dalam
jaringan.prosedur
ini juga dpat dilakukan untuk menghitung hambatan total dari sirkuit
elektronika.persamaan
di atas menunjukkan hubungan antara tekanan darah dan
hambatannya.contoh,
aliran darah normal orang dewasa Q = 0.83 x 10-4 m3/s, total tekanan yang
menurun
dari aorta hingga kapiler-kapiler adalah
P1-P2
=
90 mmHg = 1.2 x 104 N/m 2
Jadi
total hambatan pada semua arteri,artileri,dan kapiler dalam tubuh sebesar :
R
=( p1-p2)/Q = (1.2 x 104 n/m2) / (0.83 x 10-4 m3/s)
=
1.44 x 108 Ns/m5
Jika
hambatan total tubuh menjadi besar secara tidak normal,maka tekanan darah harus
memelihara
laju aliran darah. Ini adalah kondisis pada penderita tekanan darah
tinggi,dimana
yang
menjadi penyebab 12% meninggalnya manusia di seluruh dunia. Dengan kata lain,
hambatan
menjadi lebih rendah saat tekanan darah tidak berubah,darah yang mengalir (Q)
besarnya
meningkat. Selama berolahraga,terjadi peningkatan tekanan darah dan penurunan
hambatan
darah,menghasilkan peningkatan laju aliran darah. Penurunan hambatan darah
disebabkan
oleh meningkatnya diameter pembuluh darah.
Efek
dari tekanan darah tinggi adalh menyebabkan jantung bekerja lebih keras
daripada
biasanya.kuatnya
arus P yang keluar dari jantung adalah usaha yang dikerjakan oleh jantung
dibagi
waktu dalam memompa darah tersebut. Sama engan besarnya gaya F yang dikerjakan
jantung
dikali jarak darah bergerak dalam 1 detik.
P
= Fd
Gaya
disini hanya lah tekanan yang dikerjakan jantung pada aorta dengan luas
penampang aorta
tertentu.
F
= pA
Laju
aliran darah Q adalah volume darah yang melewati aorta dalam 1 detik. Jadi
dalam 1 detik
volume
darah yang bergerak sejauh :
D
= Q/A
Oleh
karena itu, kuat arus yang keluar dari jantung
P
= Fd
=
pA Q/A
=
pQ
Rata-rata
tekanan darah normal orang dewasa adalah 100 mmHg = 1.3 x 104 N/m2,jadi
P
= (1.3 x 104 N/m2)(0.83 x 10-4 m3/s)
=
1.1 Nm/s = 1.1 J/s = 1.1 w
Dengan
begitu,daya keluaran normal dari jantung sebesar 1 w atau hanya 1 % dari daya
yang
dikerjakan
oleh tubuh.
Sumber
:
-
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjG853w3qLYAhWItI8KHXNxBcgQFgg0MAI&url=http%3A%2F%2Fjurtek.akprind.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2F176_184_muhajir.pdf&usg=AOvVaw0uDmiZBDzpXM3iqFu0XdDC
(Di unduh tanggal 24/12/2017 jam 20.00)
-
http://rekayasamesin.ub.ac.id/index.php/rm/article/viewFile/242/232
(Di unduh tanggal 24/12/2017 jam 20.02)
-
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjG853w3qLYAhWItI8KHXNxBcgQFgguMAE&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FFPMIPA%2FJUR._PEND._FISIKA%2F195708071982112-WIENDARTUN%2F7.Fluida.pdf&usg=AOvVaw1RN0AccihLlAn7nO9XT37T
(Di unduh tanggal 24/12/2017 jam 20.05)